Pelajar di Magelang Korban Dugaan Penyiksaan oleh Polisi Alami Trauma

2 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Seorang pelajar di Kota Magelang, Jawa Tengah (Jateng), berinisial DRP (15 tahun) mengalami trauma setelah diduga disiksa anggota Polresta Magelang. DRP ditangkap di tengah kerusuhan unjuk rasa pada 29 Agustus 2025 lalu. 

"Luka fisik sudah mulai sembuh, tapi yang masih tersisa luka psikis. Dia masih trauma," kata Royan Juliazka Chandrajaya, kuasa hukum keluarga DRP dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta, saat memberikan keterangan pers di Mapolda Jateng, Kota Semarang, Selasa (16/9/2025). 

Karena data pribadinya diduga disebar polisi dan dicap sebagai pelaku kerusuhan, DRP, kata Royan, juga harus menanggung rasa malu. Hal itu karena DRP mengaku sama sekali tidak terlibat dalam kerusuhan dan aksi perusakan Mapolresta Magelang pada 29 Agustus 2025 lalu. 

"Karena datanya tersebar, akhirnya dia (DRP) malu ke sekolah, di lingkungannya dia di-bully, dan juga sempat terancam dikeluarkan dari sekolah karena telah dicap sebagai pelaku kerusuhan," ujar Royan. 

Dia mengungkapkan, saat ini pihaknya masih berupaya memulihkan trauma DRP. "Jadi kami sedang memfasilitasi agar korban bisa bertemu psikolog untuk melakukan konseling," ucapnya. 

Royan mengatakan, saat ini DRP masih dikenakan wajib lapor dua kali dalam sepekan oleh Polresta Magelang. Prosedur itu harus dijalani DRP selama sebulan. "Mungkin berakhir tanggal 29 September ini," ujarnya. 

Menurut Royan, DRP merupakan korban salah tangkap. Dia menerangkan, DRP ditangkap pada 29 Agustus 2025, yakni ketika terjadi kerusuhan dan aksi perusakan Mapolresta Magelang. "DRP ini tidak mengikuti aksi. DRP hanya kebetulan lewat di sekitar lokasi kejadian, lalu ditangkap secara sewenang-wenang," ucapnya. 

Setelah ditangkap, DRP digelandang ke Mapolresta Magelang. Menurut Royan, pada momen itu DRP mengalami penyiksaan. "DRP mengalami serangkaian tindak penyiksaan seperti ditampar, ditendang, kepalanya dipukul, dan dicambuk, hanya untuk dipaksa mengaku bahwa telah terlibat aksi perusakan di Polresta Magelang," ucapnya.

Royan mengungkapkan, DRP bermalam di Mapolresta Magelang. Selain tidak diberi makan, DRP dipaksa menghuni ruang tahanan yang bercampur orang dewasa. Keesokan harinya, kata Royan, DRP kembali mengalami penyiksaan serupa seperti hari sebelumnya. "Dia juga dihantam menggunakan lutut oleh polisi tanpa alasan yang jelas," ujarnya. 

DRP akhirnya dibebaskan. Namun Royan menyebut, data pribadi DRP, mencakup foto dirinya, diduga disebar oleh polisi ke berbagai grup percakapan WhatsApp, termasuk grup tetangga orang tua DRP. Dalam penyebaran data pribadi itu, DRP dicap sebagai pelaku perusakan Mapolresta Magelang. 

Royan menilai, terdapat tiga jenis dugaan pelanggaran yang dilakukan anggota Polresta Magelang, yakni: dugaan penangkapan sewenang-wenang, dugaan penyiksaan, dan penyebaran data pribadi. "Dari semua temuan itu, ibu korban bersama kami memutuskan untuk melaporkan dan melanjutkan proses ini ke ranah hukum. Yang dilaporkan Kapolres Magelang Kota dan Kasat Reskrim Polres Magelang Kota," katanya. 

Dia mengungkapkan, pelaporan kasus dugaan penyiksaan yang dialami DRP disertai sejumlah bukti, antara lain foto luka-luka di badan DRP dan tangkapan layar terkait penyebaran data pribadi DRP. "Kami harap laporan kami segera ditindaklanjuti. Tentu anggota kepolisian yang diduga kuat terlibat dalam perkara ini harus segera ditindak," ujar Royan. 

Sementara itu Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol Artanto mengaku belum memperoleh informasi lengkap terkait pelaporan yang dilakukan orang tua DRP. "Tapi monggo silakan lapor, nanti kewajiban dari pihak kepolisian selaku penyidik untuk membuktikan laporan tersebut," katanya.

Read Entire Article
Politics | | | |