Perlindungan Awak Kapal Perikanan Dinilai Perlu Pendekatan Preventif

3 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, BATAM — Perlindungan awak kapal perikanan Indonesia dinilai perlu diperkuat melalui kebijakan yang lebih sistematis dan preventif. Upaya tersebut dipandang penting untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan pekerja sejak proses perekrutan hingga pemulangan.

Direktur Stella Maris Batam, Asensius Guntur, mengatakan lembaganya setiap tahun menerima pengaduan dari awak kapal perikanan yang mengalami pelanggaran hak. Pengaduan tersebut mencakup masalah kontrak, upah, hingga kondisi kerja di laut.

“Setiap tahun kami menerima pengaduan dari awak kapal perikanan yang hak-haknya diabaikan. Ini menjadi alarm bahwa perlindungan hukum bagi mereka masih sangat lemah,” ujar Asensius Guntur dalam siaran pers, Senin (22/12/2025).

Asensius yang akrab disapa Romo Yance menilai ratifikasi Konvensi ILO Nomor 188 tentang Pekerjaan dalam Penangkapan Ikan menjadi langkah penting memperkuat standar perlindungan awak kapal perikanan. Konvensi ini dinilai dapat menjadi acuan nasional dalam menjamin hak-hak AKP.

“Indonesia sampai hari ini belum punya standar perlindungan khusus untuk awak kapal perikanan. Ketika terjadi masalah, kita tidak punya acuan yang kuat untuk menyelesaikannya,” katanya.

Ia menjelaskan, berbagai kasus yang ditemui di lapangan menunjukkan masih adanya praktik eksploitasi. Menurutnya, kondisi tersebut kerap terjadi karena lemahnya pengawasan dan tidak adanya standar kerja yang mengikat.

“Saya pernah dikirimi video dari Tongshan, China. Awak kapal perikanan Indonesia di sana bilang, ‘Pater, kami hampir mati kelaparan. Kami minum air hujan. Tolong bantu kami’,” ungkapnya.

Romo Yance menyebut persoalan kontrak kerja juga menjadi masalah berulang. Banyak AKP dipulangkan lebih cepat dari masa kontrak tanpa kejelasan hak.

“Mereka tanda tangan kontrak dua tahun, tapi setelah enam bulan kerja di kapal ikan Taiwan, langsung dipulangkan. Ini sangat merugikan ABK, karena untuk berangkat saja mereka harus meminjam uang puluhan juta rupiah,” jelasnya.

Data pendampingan Stella Maris Batam mencatat biaya perekrutan AKP dapat melebihi Rp20 juta. Dalam sejumlah kasus, awak kapal bahkan tidak menerima gaji selama berbulan-bulan.

“Saya pernah menangani kasus ABK yang tidak digaji selama 14 bulan. Akibatnya, dia diceraikan istrinya karena tidak pernah mengirim uang. Ini bukan cerita, ini kejadian nyata,” tegasnya.

Dukungan terhadap ratifikasi Konvensi ILO C188 juga disampaikan perwakilan International Labour Organization, Albert Bonasahat. Ia menilai ratifikasi sebagai fondasi untuk memperbaiki tata kelola perlindungan AKP Indonesia.

“Ratifikasi ILO C188 adalah batu penjuru untuk menunjukkan komitmen nyata negara dalam memperbaiki tata kelola perlindungan awak kapal perikanan,” ujarnya.

Albert menilai kekhawatiran bahwa ratifikasi akan menghambat industri perikanan tidak berdasar. Menurutnya, standar perlindungan justru dapat meningkatkan keberlanjutan sektor perikanan.

“Ketakutan bahwa ratifikasi akan melumpuhkan industri perikanan tidak berdasar dan perlu diluruskan,” katanya.

Read Entire Article
Politics | | | |