REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- PT Permodalan Nasional Madani (PNM) telah menghentikan proses lelang terhadap sertifikat tanah terkait kasus Tupon Hadi Suwarno (Mbah Tupon) yang terdapat di Pedukuhan Ngentak, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Diketahui, Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, Bantul menjadi korban penggelapan sertifikat tanah.
"Proses itu (lelang) sudah kita lakukan dan kemudian memang kami hentikan karena memang terindikasi memang ada sesuatu yang tidak beres di situ," kata Sekretaris PNM Dodot Patria Ary setelah berkunjung ke kediaman Mbah Tupon di Kabupaten Bantul, Sabtu (3/5/2025).
Menurut dia, secara legal, bahwa sertifikat yang tanahnya menjadi objek sengketa seperti yang terjadi di kasus Mbah Tupon tidak dapat dilelang atau diperjualbelikan, oleh lembaga pemerintah yang berwenang melakukan pelelangan. "Jadi secara legal, otomatis itu tidak bisa dilelang atau diperjualbelikan," katanya.
Namun demikian, kata dia, pihak debitur yang mengagunkan sertifikat tanah tersebut yang diketahui bernama Muhammad Ahmadi tetap memiliki kewajiban hukum yang harus diselesaikan sesuai perjanjian kredit kepada anak perusahaan PNM tersebut.
"Tentu saja pihak debitur nanti, yaitu Pak Muhammad Ahmadi. Ya karena kewajiban membayar kan tertuang dalam perjanjian kredit, jadi itu tetap harus diselesaikan," katanya.
Sementara terkait dengan proses hukum kasus tanah Mbah Tupon, dia mengatakan, status sertifikat tersebut kini dalam penyidikan Polda DIY, dan apakah sertifikat akan dikembalikan sepenuhnya bergantung pada proses hukum lanjutan.
"Kalau sertifikat, ini kan sudah masuk proses di Polda. Nanti putusan apakah kembali atau tidak, kita tunggu sampai proses P21 dan kemudian di pengadilan. Kita akan lihat nanti putusan pengadilan sampai inkrah, begitu baru bisa ditentukan langkah selanjutnya," katanya.
Dia juga mengatakan, nilai kredit yang diajukan debitur dalam kasus ini sebesar Rp1,5 miliar, dan tergolong sebagai kredit macet karena tidak ada pembayaran cicilan selama lebih dari satu tahun, sehingga sempat akan dilakukan lelang yang kemudian dihentikan.
"Sudah lebih setahunan yang masih kurang plus minus itu. Kami biasanya memberikan surat pemberitahuan, peringatan satu, dua dan tiga. Kalau deadlock, baru kami ajukan ke kantor lelang," katanya.
Mbah Tupon, warga Ngentak, Bangunjiwo, Bantul menjadi korban penggelapan sertifikat tanah, setelah sertifikat tanah miliknya seluas 1.655 meter persegi diketahui beralih nama menjadi milik orang lain dan dijadikan agunan kredit sebesar Rp1,5 miliar di sebuah lembaga keuangan, tanpa sepengetahuannya.
Keluarga Mbah Tupon hingga kini menunggu pengembalian hak dan keadilan atas sertifikat tanah yang mereka anggap telah disalahgunakan oleh pihak yang dipercayai. Kasus tanah tersebut telah dilaporkan keluarga Mbah Tupon ke Polda DIY.
sumber : Antara