REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) menyatakan bahwa usulan rumah subsidi seluas 18 meter persegi bersifat sebagai opsi tambahan, bukan menggantikan regulasi sebelumnya. Ini memberi pilihan bagi masyarakat yang memebutuhkan rumah.
“Itu tidak diganti, tetapi kami menambah fiturnya. Nanti masyarakat yang akan memilih opsinya,” ujar Direktur Jenderal Perumahan Perkotaan Kementerian PKP, Sri Haryati, usai rapat koordinasi lanjutan di Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Sri menjelaskan, usulan tersebut ditujukan untuk menjawab kebutuhan masyarakat, khususnya generasi muda, yang menginginkan rumah subsidi di dekat lokasi kerja.
Seiring dengan harga lahan yang terus meningkat, pemerintah menyusun skema desain rumah yang lebih kecil agar harganya tetap terjangkau.
“Jadi, tujuannya agar (rumah subsidi) bisa mendekat ke perkotaan atau dengan harga yang lebih baik, sehingga masyarakat desil tertentu yang selama ini tidak berpikir bisa memiliki rumah, nantinya mereka bisa punya rumah,” jelasnya.
Dengan adanya berbagai pilihan, masyarakat dapat memilih rumah subsidi sesuai kebutuhan dan kemampuan masing-masing.
Sebagai contoh, lanjut Sri, masyarakat yang sudah memiliki anak kemungkinan akan memilih rumah dengan ukuran lebih besar, sedangkan bagi yang lajang bisa memilih rumah lebih kecil dengan harga relatif lebih murah.
Menurut Sri, wilayah sasaran utama pembangunan rumah subsidi mencakup kawasan metropolitan dan aglomerasi, termasuk di luar wilayah Jabodetabek.
Rencana ini masih dalam tahap pembahasan. Kementerian PKP berencana mengundang berbagai asosiasi dan pakar, seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), guna menyempurnakan regulasi tersebut.
Sri juga menyebut bahwa pengembang dan perbankan menyambut baik inisiatif ini. Mereka aktif memberikan masukan teknis kepada pemerintah, termasuk mengenai lebar bangunan.
Pada kesempatan yang sama, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, memastikan bahwa pembiayaan rumah subsidi tetap menggunakan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yakni 75 persen dari APBN dan 25 persen dari perbankan.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah berencana memperkecil luas tanah dan bangunan rumah subsidi sebagaimana tertuang dalam draf Keputusan Menteri PKP Nomor/KPTS/M/2025.
Untuk rumah tapak, luas tanah paling kecil dirancang menjadi 25 meter persegi dan paling besar 200 meter persegi.
Sementara itu, luas bangunan diatur paling sedikit 18 meter persegi dan paling besar 36 meter persegi.
sumber : ANTARA