Suami Kecanduan Judol Bikin Rumah Tangga di Ujung Tanduk? Ini Saran Psikolog

4 hours ago 5

Suami ketagihan judi online (judol) (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Konflik rumah tangga akibat judi online itu nyata dan sering kali bikin geleng-geleng kepala. Banyak pasangan harus menelan pil pahit, mulai dari cekcok kecil sampai perceraian, gara-gara salah satu pihak terjerat dunia gelap ini. Uang yang seharusnya untuk kebutuhan keluarga malah ludes buat taruhan, janji-janji manis jadi basi, dan kepercayaan pun hancur lebur.

Psikolog klinis dari Universitas Indonesia Phoebe Ramadina, M.Psi., Psikolog mengatakan konflik rumah tangga yang muncul akibat pasangan terlibat judi online masih bisa diperbaiki asal ada upaya dan kemauan untuk lepas dari judol. “Lihat apakah ada kesadaran, kemauan untuk berubah, dan komitmen menjalani proses pemulihan dari pasangan. Bila upaya perbaikan sungguh-sungguh terlihat, hubungan masih memiliki peluang untuk dipertahankan dan dibangun kembali,” kata Phoebe ketika dihubungi, beberapa waktu lalu.

Phoebe mengatakan kebiasaan berjudi online berisiko menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan memperburuk kualitas hubungan. Fondasi rumah tangga yang dibangun juga bisa rusak dan memicu krisis kepercayaan dan menciptakan rasa tidak aman di antara pasangan.

Persoalan keuangan seperti kebangkrutan dan kurangnya komunikasi yang efektif juga merupakan konflik dalam rumah tangga yang bisa jadi disebabkan karena pasangan kecanduan judi online, maka itu penting untuk peka terhadap tanda-tanda awal dan segera mengambil langkah untuk mencari bantuan yang tepat.

Psikolog klinis di Personal Growth ini mengatakan jika perilaku berjudi terus berulang tanpa ada itikad untuk berubah, bahkan hingga menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan mental, fisik, atau kondisi keuangan keluarga, maka mempertimbangkan batasan yang sehat menjadi langkah penting. “Keputusan untuk mempertahankan atau mengakhiri pernikahan bukanlah hal yang sederhana, dan sangat bergantung pada dinamika unik dalam setiap keluarga. Dalam situasi seperti ini, berpisah bisa menjadi pilihan yang realistis demi menjaga keselamatan dan kesejahteraan diri sendiri serta anak-anak, jika ada,” katanya.

Phoebe juga menyarankan untuk tetap bersikap jernih dalam mengambil keputusan dengan memisahkan antara emosi pribadi dan kebutuhan untuk bertindak demi keselamatan diri dan keluarga.

Ia mengatakan untuk tetap memprioritaskan pemenuhan kebutuhan dasar dan menjaga kesehatan mental, serta pastikan jika memiliki anak tetap berada dalam lingkungan yang aman dan stabil secara emosional. Dalam situasi seperti ini, Phoebe menyarankan untuk mencari dukungan dari orang-orang terdekat, komunitas, atau tenaga profesional seperti psikolog dan konselor keuangan yang dapat membantu mengelola tekanan emosional sekaligus merancang langkah-langkah pemulihan.

Read Entire Article
Politics | | | |