Tantangan dan Peluang Penerjemah Sastra di Era Globalisasi dan Digital

1 hour ago 2

Image Tasya Valentina

Sastra | 2025-11-12 14:30:04

Ilustrasi Globe dan Buku, Menggambarkan Karya Sastra Dalam Globalisasi (Sumber:Shutterstock)

Di era globalisasi dan kemajuan teknologi digital, dunia sastra mengalami perubahan pesat dalam hal penyebaran dan konsumsi karya. Salah satu aspek yang menonjol adalah penerjemahan sastra yang kini bukan hanya menjadi jembatan antarbahasa, tetapi juga antarbudaya dan peradaban. Penerjemah memiliki peran vital dalam mengenalkan karya sastra Indonesia ke dunia internasional maupun menghadirkan sastra dunia kepada pembaca lokal. Namun, kemajuan digital membawa tantangan tersendiri dalam proses penerjemahan.

Melalui penerjemahan, karya sastra dari berbagai negara dapat dinikmati oleh pembaca di seluruh dunia. Di era globalisasi dan digital saat ini, penerjemahan sastra menjadi semakin penting karena dunia semakin terhubung. Namun, perkembangan teknologi dan dinamika global juga membawa tantangan baru sekaligus peluang besar bagi para penerjemah sastra. Terlebih di era penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam kehidupan sehari-hari, peran penerjemah sering kali dianggap tidak lagi dibutuhkan karena menerjemahkan satu bahasa ke bahasa lain dapat dilakukan dengan mudah menggunakan AI. Pada kenyataannya, penerjemahan tidak hanya tentang memindahkan makna dari satu bahasa ke bahasa lain, melainkan juga membawa nilai-nilai budaya, emosi, dan keindahan yang terkandung dalam karya asli.

Globalisasi telah membuka kemungkinan luas terhadap mobilitas karya sastra. Kini, novel, puisi, dan karya sastra lainnya dapat dengan mudah diakses dan dinikmati oleh pembaca dari berbagai belahan dunia. Contoh positifnya adalah semakin banyak karya sastra Indonesia yang diterjemahkan ke dalam bahasa asing dan memperoleh penghargaan internasional, seperti novel Laut Bercerita karya Laila S. Chudori yang mengangkat kisah aktivis muda yang hilang dan telah mendapatkan penghargaan S.E.A Write Award 2020 serta banyak diapresiasi di luar negeri. Hal ini turut berkontribusi pada perluasan wawasan budaya serta apresiasi terhadap keberagaman narasi manusia.

Di sisi lain, teknologi digital menghadirkan berbagai inovasi dalam penerjemahan. Mesin penerjemah seperti Google Translate dan aplikasi sejenis serta AI telah menjadi alat bantu utama dalam proses translasi. Keunggulannya adalah kecepatan dan kemudahan akses untuk menerjemahkan teks dalam jumlah besar. Namun, teknologi ini masih memiliki keterbatasan, terutama dalam menangkap nuansa budaya, ironi, atau gaya bahasa khas dalam karya sastra. Kolaborasi antara penerjemah manusia dan teknologi menjadi solusi yang diperlukan untuk memperoleh hasil terjemahan yang berkualitas.

Tantangan penerjemah sastra di era globalisasi antara lain:

  1. Dominasi Bahasa Global: Globalisasi membawa dampak besar terhadap persebaran karya sastra. Bahasa Inggris mendominasi dunia penerbitan dan distribusi buku internasional. Akibatnya, karya sastra dari bahasa-bahasa lokal sering terpinggirkan karena keterbatasan penerjemah dan dukungan penerbit. Tantangan ini membuat upaya memperluas perhatian terhadap karya dari bahasa minoritas menjadi penting agar tidak hilang di tengah arus globalisasi.
  2. Potensi Plagiarisme dan Pelanggaran Hak Cipta Akibat Kemudahan Penyebaran Karya Secara Digital: Era digital memudahkan distribusi karya sastra melalui platform daring. Namun, hal tersebut juga meningkatkan risiko pelanggaran hak cipta dan plagiarisme. Karya terjemahan dapat disebarkan tanpa izin atau bahkan diklaim oleh pihak lain. Tantangan ini menuntut kesadaran hukum dan etika digital dari para penerjemah, penerbit, dan pembaca.
  3. Ketergantungan pada Teknologi: Kemajuan teknologi menghadirkan alat penerjemahan otomatis berbasis kecerdasan buatan (AI). Meskipun bermanfaat untuk mempercepat proses, teknologi tersebut belum mampu menangkap kedalaman makna dan keindahan sastra. Penerjemahan sastra menuntut kepekaan artistik dan pemahaman konteks budaya yang hanya dapat dicapai oleh manusia. Oleh karena itu, penerjemah masa kini perlu bersikap kritis terhadap penggunaan teknologi sebagai alat bantu, bukan sebagai pengganti.

Peluang penerjemah sastra di era globalisasi antara lain:

  1. Jangkauan pembaca sastra Indonesia semakin luas hingga ke mancanegara melalui platform digital: Teknologi digital membuka peluang besar bagi penerjemah untuk memperluas jangkauan karya mereka. Melalui platform seperti e-book, jurnal daring, dan media sosial, karya terjemahan dapat diakses oleh pembaca dari berbagai negara. Hal ini memberikan ruang baru bagi sastra lokal untuk dikenal secara internasional tanpa bergantung pada penerbit besar.
  2. Kolaborasi melalui komunitas daring: Munculnya komunitas daring dan sistem crowdsourcing memungkinkan penerjemah, penulis, dan pembaca dari berbagai negara untuk berkolaborasi secara mudah dan cepat. Melalui platform seperti Goodreads, Babelcube, atau grup diskusi literasi digital, mereka dapat berbagi ide, memperbaiki hasil terjemahan, serta memperluas jangkauan karya sastra. Kolaborasi ini mempercepat proses penerjemahan dan mendukung penyebaran karya Indonesia kepada pembaca global, sekaligus memperkaya kualitas dan keberagaman hasil terjemahan.
  3. Kesempatan memperkenalkan nilai budaya Indonesia di kancah internasional melalui karya terjemahan yang berkualitas: Karya terjemahan yang berkualitas memberi kesempatan bagi Indonesia untuk memperkenalkan nilai budaya khas ke dunia internasional. Misalnya, novel “Laskar Pelangi” membawa semangat pendidikan di Belitung hingga ke lebih dari 40 negara, sedangkan “Cantik Itu Luka” karya Eka Kurniawan memperkenalkan budaya lokal dan sejarah Indonesia kepada pembaca global. Melalui terjemahan yang baik, kekayaan tradisi, adat, dan cerita khas Nusantara dapat diapresiasi secara luas dan membangun citra positif sastra Indonesia di dunia.

Penerjemahan sastra di era global dan digital adalah tantangan sekaligus peluang besar. Diperlukan literasi digital, kemampuan adaptasi, serta kesadaran budaya agar hasil terjemahan tidak hanya akurat secara bahasa, tetapi juga bermakna bagi pembaca lintas bangsa. Masa depan penerjemahan sastra sangat cerah jika didukung sinergi antara teknologi dan kreativitas manusia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |