loading...
Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI) Noor Azhari menyatakan tuduhan aparat keamanan sebagai aktor kericuhan merupakan fitnah keji yang membahayakan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Foto: Ist
JAKARTA - Tuduhan aparat keamanan sebagai aktor kericuhan merupakan narasi yang tak hanya keliru, tapi juga fitnah keji yang membahayakan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Tuduhan tersebut mencuat akibat insiden salah paham antara anggota Brimob dengan anggota Badan Intelijen Strategis (BAIS) TNI di Slipi, Jakarta Barat, Kamis, 28 Agustus 2025.
Peristiwa itu viral di media sosial. “Faktanya jelas, insiden itu sudah selesai secara damai dan berjiwa besar. Identitas diverifikasi lalu ditutup dengan saling berjabat tangan. Tidak ada konflik, tidak ada keterlibatan aparat sebagai pemicu rusuh,” ujar Direktur Merah Putih Stratejik Institut (MPSI) Noor Azhari, Kamis (4/9/2025).
Baca juga: Ferry Irwandi: Dalang Kerusuhan Dapat Dilacak dengan Mudah lewat Analisis Data
Dia menilai tuduhan kepada aparat tanpa dasar bisa dijerat hukum. “Media yang menyiarkan kabar bohong bisa dijerat Pasal 14 dan 15 UU No 1 Tahun 1946 karena menyebarkan berita tidak pasti yang menimbulkan keonaran dengan ancaman pidana sampai 10 tahun. Jika dilakukan di ruang digital juga bisa kena Pasal 28 ayat (2) UU ITE karena menimbulkan kebencian atau permusuhan,” kata Noor.
“Bahkan, Pasal 390 KUHP juga jelas menyebutkan bahwa menyiarkan kabar tidak benar yang bisa menimbulkan keresahan publik adalah tindak pidana,” lanjutnya.
Menurut dia, TNI dan Polri adalah garda terdepan keamanan bangsa. Menuduh keduanya sebagai aktor ricuh sama saja dengan merusak fondasi negara.
“Soliditas TNI-Polri itu harga mati. Insiden Slipi hanyalah kesalahpahaman teknis, selesai dengan baik, tidak ada konflik. Maka itu, menuduh aparat sebagai aktor kerusuhan adalah fitnah keji dan dapat diproses hukum,” ujarnya.
(jon)