REPUBLIKA.CO.ID, Di balik syahdunya Dago Pakar, sebuah ruang seni yang telah berdiri lebih dari seperempat abad di Bukit Pakar Timur No.100, Bandung, Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) terus berusaha berkontribusi terhadap seni rupa di Indonesia. Tempat ini telah menjadi rumah bagi seniman, pertukaran ide, dan pertemuan lintas generasi sejak pertama kali dibuka untuk publik pada 1998.
Kini, SSAS tampil dengan wajah baru yang lebih terbuka, inklusif, dan merangkul siapa saja yang ingin berkarya. “Awalnya ini dibangun bapak (Sunaryo) sebagai studio pribadi. Tapi karena beliau melihat minimnya infrastruktur seni rupa di Bandung, akhirnya dibuka jadi ruang publik,” tutur Arin Dwihartanto Sunaryo, putra Sunaryo yang juga menjabat sebagai Direktur SSAS saat ditemui Republika (18/07/25).
Pembangunan SSAS dimulai pada 1994 dan perlahan berkembang menjadi ruang seni yang menyelenggarakan pameran, diskusi, hingga workshop. Namun, Arin mengungkapkan, bahwa transisi dari studio pribadi menjadi ruang publik tidak lepas dari keresahan ayahnya terhadap masa depan lulusan seni rupa.
“Beliau sering bilang, ‘Anak seni rupa lulus mau ke mana?’ Nggak seperti jurusan lain yang bisa langsung kerja di agensi. Maka dibangunlah tempat ini agar ada ruang berkumpul, berpameran, berdiskusi,” jelas Arin.
Semangatnya kini berlanjut dan diperluas oleh Arin bersama timnya. SSAS tidak hanya menjadi tempat pameran seniman, tetapi juga terbuka bagi mereka yang baru mulai, termasuk anak-anak, teman-teman difabel, hingga warga tanpa latar belakang seni formal.
SSAS membuka ruang lebih luas lewat pameran bertajuk 'Senang Bersamamu'. Mengusung sistem open call, program ini menjadi titik awal pendekatan baru SSAS yang inklusif dan terbuka untuk semua kalangan, bukan hanya seniman profesional.
“Awalnya kita ini ya karena persiapannya cukup singkat gitu. Dari pertama open call itu kayak dua bulan sebelumnya. Satu bulan sebelum opening gitu. Tapi ternyata responsnya cukup baik gitu. Ada 1.200 karya yang masuk,” ujar Arin.
Dari 1.200 karya yang masuk, hanya 300 yang dapat dipamerkan langsung di galeri karena keterbatasan ruang. Sisanya tetap diikutsertakan melalui pameran daring. Seluruh proses kurasi dan penataan pun dilakukan sambil terus menyesuaikan.
Selain seni rupa, pameran Senang Bersamamu Milik Semua menyajikan karya desain terbuka dari enam studio seperti Precious Plastic Bandung dan Studio Pancaroba. Seluruh desain bisa diunduh dan digunakan bebas.
“Di sini kita berusaha untuk membuka that stereotype, mengulik kembali, kayak bisa dibuka sejauh apa sih,” kata Qannissa, Manajer Komunikasi dan Pemasaran SSAS.
Qannissa menyebut pameran ini ingin mematahkan kesan bahwa dunia seni dan desain hanya milik segelintir kalangan tertentu. Beberapa karya yang tampil antara lain sangkar burung dari plastik daur ulang buatan Precious Plastic Bandung, dan tempat tidur lipat untuk tunawisma dari Studio Pancaroba.
Semua modul desain dapat diakses lewat QR code. SSAS juga mengundang
Creative Commons Indonesia dalam diskusi yang digelar 19 Juli 2025, untuk membahas lisensi terbuka yang tetap memberi perlindungan hukum kepada kreator yang ingin membagikan karyanya secara bebas.
“Peran lisensi terbuka hadir, bisa memproteksi kreatornya yang ingin membagikan secara seluas-luasnya,” ujar Qannissa.
Selasar Pavilion (Selasar PAV) terletak tidak jauh dari Selasar Sunaryo Art Space. Selasar Sunaryo membuka ruang baru bernama Selasar Pavilion, dulu dibangun untuk mengakomodasi pameran Le Corbusier. Kini, Pavilion difungsikan sebagai ruang untuk desain dan seni terapan.
“Selasar Pavilion ini tuh jadi ruang perpanjangan tangan Selasar Sunaryo Art Space, yang akhirnya bisa menampilkan karya desain dan seni terapan. Tapi dengan cara presentasi yang lebih terbuka, lebih ringan, lebih komunikatif,” kata Qannissa.
Di sana, digelar pameran bertajuk Senang Bersamamu Milik Semua, yang mengusung konsep open design: semua karya bisa diakses, digunakan ulang, bahkan dikembangkan lebih lanjut oleh publik.
“Desain ini tuh kebermanfaatannya lebih luas dengan cara membuka akses untuk publik bisa menggunakan seluas-luasnya, karena biasanya desain itu kayak dipegang sama satu studio atau satu merek gitu ya. Tapi ini bisa digunakan juga sama masyarakat umum, bahkan bisa dimodifikasi dan dikembangkan lagi,” jelasnya.
Sebanyak enam kolektif desain berpartisipasi: Convert Textured, Lokal Container, Owily Unique, Noofworks, Studio Pancaroba, dan Precious Plastic Bandung. Setiap karya dilengkapi QR code yang bisa dipindai untuk mengunduh file desain dan petunjuk teknis.
Salah satu karya menampilkan tempat tidur lipat untuk tunawisma, karya Studio Pancaroba. Ada pula sangkar burung berbahan daur ulang dari Precious Plastic Bandung.
Sebagai pelengkap pameran Senang Bersamamu Milik Semua, hari ini, Selasar PAV turut menghadirkan diskusi publik bertema lisensi terbuka. Bekerja sama dengan Creative Commons Indonesia sebagai bagian dari upaya memperluas pemahaman publik mengenai hak cipta, distribusi karya digital, dan etika dalam berbagi desain.
Topik yang dibahas tidak sekadar soal legalitas, tapi bagaimana karya bisa dibagikan tanpa menghilangkan hak pembuatnya. Lewat diskusi ini, pengunjung diajak memahami bahwa karya desain tidak harus dikunci rapat, melainkan bisa dibagikan dan dimodifikasi sejauh tetap menghargai atribusi. Dalam praktiknya, lisensi terbuka menjadi jalan tengah: memperluas distribusi sambil tetap memberi perlindungan hukum bagi pembuat.
Kurator pameran, Heru Hikayat, menekankan pentingnya membongkar pandangan lama soal institusi seni yang kaku dan menakutkan. “Semua orang punya potensi untuk bisa berkarya dan juga memiliki kemungkinan untuk dipamerkan di sebuah institusi seni. Karena institusi seni ini bukan tempat sakral yang harus membuat orang gentar,” ujarnya.
“Seni itu luas banget cakupannya, dan setiap karya yang dibuat oleh setiap orang itu punya maknanya masing-masing dari perspektif kehidupannya,” kata Hida (25), pengunjung dari Bandung.
SSAS buka setiap Selasa-Ahad pukul 10.00-17.00 WIB. Tiket SSAS seharga Rp45 ribu, sudah termasuk mengunjungi Selasar PAV. Ada tarif untuk pelajar yaitu Rp40 ribu.
SSAS berupaya untuk terus berkembang menjadi tempat yang lebih terbuka dan ramah untuk siapa saja. Bukan cuma untuk seniman, tapi juga untuk orang-orang yang mungkin belum pernah merasa punya ruang di dunia seni.
Pesan Arin untuk yang ingin mulai berkarya, “Mulai saja dulu. Karena ini saatnya untuk berbuat salah. Dengan berbuat salah justru disitu proses untuk self-discovery. Menemukan hal-hal yang tak terduga dan sebelumnya belum pernah dilakukan.” tutupnya.