REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Survei menunjukkan investasi energi fusi global tumbuh pesat tahun ini. Jajak pendapat tahunan Asosiasi Industri Fusi (FIA) mengungkapkan investasi pada energi fusi satu tahun terakhir yang dimulai Juli tahun lalu tumbuh 2,64 miliar dolar AS.
Namun perusahaan-perusahaan mengatakan dibutuhkan lebih banyak dana untuk mengkomersialisasi energi itu. Investasi di Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, Jepang, Cina dan Inggris tumbuh sangat pesat. Dengan investasi tertinggi sejak 2022.
Sejak tahun 2021 total pendanaan pada 53 perusahaan energi fusi mencapai 9,77 miliar dolar AS. Tahun ini investasi melonjak hingga 178 persen dari tahun sebelumnya yang hanya 900 juta dolar AS.
"Cepatnya permodalan, bahkan saat perekonomian global mengalami pengetatan, memberi sinyal kepercayaan para investor, kemajuan teknologi dan cepatnya penyatuan rantai pasokan," kata CEO FIA Andrew Holland, Selasa (22/7/2025).
Para ilmuwan sedang mengembangkan fusi yang merupakan bahan bakar matahari dan bintang-bintang, untuk menjadi bahan bakar di bumi. Pengembangannya masih tahap eksperimen tapi bila dapat menghasilkan energi yang sangat besar dan hampir tanpa menghasilkan emisi gas rumah kaca dan limbah radioaktif jangka-panjang.
Para fisikawan berupaya mereplikasi reaksi fusi dengan menggabungkan atom-atom ringan menggunakan teknologi seperti laser atau magnet raksasa. Tantangan terbesar untuk untuk komersialisasi meliputi pengurangan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memacu reaksi, memastikan reaksi berlangsung terus-menerus, dan sistem untuk menyalurkan energi.
Survei FIA tidak menghitung investasi dari pendanaan publik atau pemerintah. Cina diperkirakan memimpin investasi dari pendanaan tersebut.
Perusahaan-perusahaan energi seperti Chevron, Shell dan Siemens Energy serta perusahan baja AS, Nucorb turut menjadi investor pengembangan energi fusi.
Lonjakan investasi ini didorong tingginya permintaan energi untuk pusat data dan teknologi kecerdasan artifisial. Bulan lalu Google mengatakan mereka menandatangani kesepakatan untuk membeli listrik dari pembangkit listrik Commonwealth Fusion yang berbasis di Virginia, AS. Harapannya listrik itu sudah dapat disalurkan pada awal 2030-an.
Meski investasi naik, tapi 83 responden mengatakan pengumpulan dana masih menjadi tantangan utama dalam pengembangan industri ini. Perusahaan-perusahaan energi fusi mengatakan mereka membutuhkan sekitar 3 juta sampai 12,5 miliar dolar AS untuk membangun pembangkit pertama yang dapat menyalurkan listrik dari energi fusi ke jaringan.
Para responden mengatakan mereka membutuhkan 77 miliar dolar, sekitar delapan kali lipat dari yang dijanjikan investor. Survei mengungkapkan kerja sama dan kolaborasi dapat mengurangi beban dana yang dibutuhkan. n Lintar Satria/Reuters
sumber : REUTERS