AFPI Bantah Tuduhan Kartel, Sebut Batas Bunga Maksimum untuk Lindungi Konsumen

8 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan, penetapan batas bunga maksimum dalam industri fintech lending bukan bentuk praktik kartel, melainkan langkah perlindungan konsumen dan pembedaan layanan legal dari pinjol ilegal. Hal ini disampaikan sebagai tanggapan atas tuduhan praktik kartel yang mencuat di ruang publik.

“Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1 persen per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen,” ujar Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019–2023 Sunu Widyatmoko di Jakarta, Rabu (14/5/2025).

Batas bunga maksimum pertama kali diperkenalkan dalam Code of Conduct AFPI pada 2018 dan kini sudah dicabut sejak terbitnya aturan baru dari regulator. AFPI menegaskan, kebijakan tersebut tidak pernah bertujuan menyeragamkan harga di antara platform, tetapi untuk menurunkan bunga tinggi yang kala itu marak terjadi dan membedakan pinjaman daring resmi dari praktik ilegal.

Data Satgas Waspada Investasi (SWI) menunjukkan lebih dari 3.600 pinjol ilegal beroperasi tanpa izin antara 2018 hingga 2021, dan kerap mengenakan bunga sangat tinggi tanpa perlindungan bagi peminjam. “Batas bunga maksimum yang kami buat adalah batas atas, bukan harga tetap. Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari,” jelas Sekretaris Jenderal AFPI Ronald Andi Kasim.

Ronald menegaskan, penetapan bunga dilakukan secara individual oleh masing-masing platform, mempertimbangkan tingkat risiko, jenis pinjaman (Multiguna, Produktif, atau Syariah), serta kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman. “Tidak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri,” tegasnya.

Setelah Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK) disahkan dan OJK menerbitkan SEOJK No. 19 Tahun 2023 yang mengatur bunga secara eksplisit, AFPI mencabut ketentuan batas bunga dan menyesuaikan dengan aturan yang berlaku. “Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” kata Ronald.

AFPI menyatakan komitmennya untuk terus mendukung pembentukan ekosistem pendanaan digital yang sehat, adil, dan sesuai dengan arah kebijakan OJK. AFPI juga terus menekankan pentingnya membedakan layanan Peer-to-Peer Lending yang legal dan transparan dengan praktik pinjaman ilegal yang merugikan masyarakat.

Read Entire Article
Politics | | | |