REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W Kamdani, menyebut bahwa dari total 66 juta pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, hanya 7 persen yang berhasil terhubung dengan rantai pasar domestik. Kemudian, hanya 4 persen yang mampu menembus rantai nilai global.
“Angka ini jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Vietnam yang sudah mengintegrasikan 20 persen UMKM-nya ke pasar global,” kata Shinta dalam acara Diplomat Success Challenge di Jakarta, Jumat (14/6/2025).
Ia juga menyebut kontribusi UMKM terhadap ekspor nasional masih terbatas, yakni hanya sekitar 15,7 persen. Sebagai perbandingan, UMKM di Thailand mampu berkontribusi hingga 29 persen terhadap ekspor negaranya.
Apindo juga menyoroti hambatan fundamental yang dihadapi UMKM di Indonesia. Berdasarkan survei terhadap lebih dari 2.000 perusahaan pada 2024, sebanyak 51 persen UMKM menyatakan keterbatasan akses keuangan dan permodalan sebagai tantangan utama. Biaya pinjaman yang tinggi, proses birokrasi yang kompleks, serta tingginya persepsi risiko terhadap UMKM menjadi faktor penghambat.
Akibatnya, lebih dari 80 persen UMKM masih sangat bergantung pada pendanaan pribadi untuk memulai dan mengembangkan usahanya.
Selain itu, sekitar 35 persen UMKM mengeluhkan kesulitan dalam mengakses pasar, promosi, dan pemasaran produk. Hanya 9 persen yang memiliki akses terhadap teknologi dan alat produksi yang memadai.
“Ini menjadi masukan penting yang kami sampaikan kepada Kementerian Koperasi dan UKM. Yang kita cari sekarang adalah solusinya agar angka-angka ini bisa diperbaiki,” ujar Shinta.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Usaha Menengah Kementerian Koperasi dan UKM, Bagus Rachman, mengatakan bahwa pemerintah tengah mempersiapkan pembentukan holding UMKM sebagai bentuk integrasi dan kolaborasi antarkementerian teknis untuk meningkatkan partisipasi UMKM dalam rantai pasok nasional dan global.
Holding UMKM ini akan menjalankan peran sebagai agregator, inkubator, pemasar, distributor, serta penghubung ke lembaga pembiayaan.
“Konsep ini akan diuji coba di 10 sektor prioritas, dimulai dari sektor kelautan dan perikanan, kemudian menyusul sektor pertanian,” kata Bagus.
sumber : ANTARA