Bank Syariah: Jangan Hanya Halal, Tapi Juga Tangguh Hadapi Risiko!

11 hours ago 5

Image

Bisnis | 2025-06-15 08:34:09

Sebagai generasi muda Muslim, saya sering mendengar ajakan untuk memilih bank syariah karena sistemnya yang bebas riba dan lebih sesuai dengan ajaran Islam. Tapi di tengah perkembangan teknologi yang begitu cepat, muncul pertanyaan penting apakah cukup bank syariah hanya mengandalkan label “halal”?Ataukah harus lebih adaptif, digital, dan siap menghadapi risiko-risiko baru di dunia keuangan?

Pertumbuhan perbankan syariah memang patut disyukuri. Menurut data OJK 2024, aset bank syariah sudah melampaui Rp800 triliun. Tapi sayangnya, pangsa pasarnya masih di bawah 7%. Ini menandakan potensi besar yang belum tergarap maksimal.

Salah satu penyebabnya mungkin karena kita terlalu fokus pada kehalalan, tapi lupa bahwa bank juga butuh sistem yang tangguh, aman, dan mampu mengelola risiko—baik risiko teknologi, pasar, maupun kepercayaan nasabah.

Digital Bukan Sekadar Gaya, Tapi Perisai Risiko

Bank konvensional hari ini sudah punya aplikasi serba digital, bahkan layanan dengan kecerdasan buatan. Di sisi lain, masih ada bank syariah yang untuk buka rekening saja, kita harus datang langsung ke kantor. Padahal, digitalisasi bukan hanya soal kenyamanan. Ia juga bagian dari manajemen risiko. Aplikasi yang lambat, sistem yang sering error, atau keamanan yang lemah, semuanya bisa merusak kepercayaan publik.

Tanpa disadari, ketidakmampuan mengelola risiko teknologi bisa lebih berbahaya daripada tidak punya produk baru.

Mengelola Amanah, Bukan Sekadar Dana

Tabungan dan deposito dalam bank syariah bukan sekadar angka. Ia adalah amanah. Tapi di era yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, amanah itu juga harus dijaga dengan sistem yang kuat misalnya, sistem peringatan dini saat terjadi gejolak pasar, atau pengawasan khusus terhadap proyek-proyek berbasis syariah.

Kita juga butuh inovasi yang relevan seperti tabungan wakaf digital, zakat otomatis dari saldo, hingga investasi halal yang bisa dipantau lewat aplikasi. Tapi semua itu tidak boleh asal jalan. Harus ada sistem risiko yang memastikan semuanya berjalan sesuai syariah dan akuntabel.

Filantropi Digital Butuh Keamanan Moral dan Sistem

Zakat, infak, dan wakaf digital semakin mudah dilakukan hari ini. Tapi kemudahan juga datang bersama tantangan: bagaimana menjamin dana itu tersalurkan dengan benar? Bagaimana kita mencegah kebocoran atau penyalahgunaan?

Manajemen risiko dalam konteks ini bukan sekadar laporan keuangan, tapi juga penjagaan moral dan integritas. Karena di balik setiap transaksi filantropi, ada harapan umat yang harus dijaga.

Kolaborasi dan Ketahanan

Bank syariah tidak bisa berdiri sendiri. Ia harus bersinergi dengan fintech, marketplace halal, hingga lembaga zakat. Tapi kolaborasi tanpa kehati-hatian juga bisa membuka celah risiko baru. Maka penting bagi setiap bank untuk punya kerangka manajemen risiko yang tidak hanya kuat, tapi juga sesuai nilai-nilai Islam.

Sebagai generasi muda Muslim, saya tidak hanya ingin layanan yang halal. Saya juga ingin layanan yang profesional, aman, dan siap menghadapi tantangan zaman. Karena perbankan bukan hanya soal uang tapi juga soal nilai, kepercayaan, dan keberanian untuk berubah.

Perbankan syariah perlu melangkah lebih jauh. Bukan hanya menjamin kehalalan akad, tapi juga membangun sistem yang profesional, inovatif, dan tahan terhadap risiko. Masyarakat hari ini tidak hanya ingin layanan yang sesuai syariat, tapi juga transparan, terpercaya, dan modern.

Sudah saatnya bank syariah menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjaga amanah, tapi juga mampu melindunginya dengan sistem manajemen risiko yang kokoh dan Islami.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Politics | | | |