Bayang-Bayang Black September: Dari Munich ke New York, Jeritan Gaza yang Tak Kunjung Reda

2 hours ago 2

Home > Politik Tuesday, 23 Sep 2025, 16:43 WIB

Kepada mereka yang masih ragu untuk bertindak, kami katakan sejarah tidak akan berhenti. Kita harus mengakui Palestina sekarang.

Presiden Prabowo Subianto berpidato dalam konferensi internasional di Gedung Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat (AS) pada Senin (22/9/2025). (FOTO: BPMI Setpres)Presiden Prabowo Subianto berpidato dalam konferensi internasional di Gedung Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), New York, Amerika Serikat (AS) pada Senin (22/9/2025). (FOTO: BPMI Setpres)

Prolog

Subuh 22 September 2025, Amina Al-Kurd—perempuan 28 tahun, kulitnya sewarna jelaga dari asap fosfor—mengaduk adonan roti di dapur yang hanya tinggal setengah tembok. Sejak serangan udara semalam, rumahnya di Shujaiyya tinggal satu sudut yang tegak. “Kalau roti masih bisa mengembang,” katanya setengah bercanda, “mungkin Gaza juga masih bisa bernapas.”

Tiga jam kemudian, ledakan kedua menggulung gang. Suaminya, Yasser, terjepit balok beton; putri tunggal mereka—Nur, bayi yang lahir setelah tujuh tahun penantian—tersapu ke luar. Petugas SAR menemukan tubuh Nur menjelang magrib, tangan bayi itu mengepal remah roti kering.

KINGDOMSRIWIJAYA – Kisah Amina bukan anomali. Dalam 350 hari ofensif berkelanjutan oleh Zionis Israel, Kementerian Kesehatan di Gaza mencatat 65.300 kematian—angka yang dikonfirmasi silang oleh The Lancet (2025) dengan metode excess mortality. Jika populasi Gaza 2,2 juta jiwa, satu di tiap 34 orang kini tak lagi bernapas. Semua cerita bermuara pada statistik kelabu, tetapi statistik itu berawal dari dapur seperti milik Amina.

Pada 22 September 2025, sebuah rumah di pinggiran Kota Gaza runtuh menjadi tumpukan beton setelah dihantam misil Israel. Di antara reruntuhan, seorang ayah berdiri kaku, menatap gundukan debu dan kabel listrik yang terjerat seperti akar-akar patah. Tim penyelamat mengangkat tubuh kecil seorang anak perempuan, putrinya satu-satunya, dia adalah Nur buah hati yang ia nantikan setelah tujuh tahun menikah tanpa keturunan.

“Saya bahkan belum sempat membelikan seragam sekolah pertamanya,” kata sang ayah lirih, suara yang kemudian direkam oleh seorang jurnalis lepas dan rekaman itu beredar melalui media sosial. Dunia melihat wajahnya yang penuh debu, mata bengkak, dan tangan yang gemetar. Di balik kamera, deru pesawat tempur masih terdengar.

Image

MASPRIL ARIES

Penggiat Literasi-Tutor-Penulis & Penerbit Buku -- PALEMBANG - INDONESIA

Read Entire Article
Politics | | | |