Jamaah calon haji dari berbagai negara berjalan usai menunaikan Shalat Maghrib di Masjidil Haram, Makkah, Arab Saudi, Jumat (30/5/2025). Pemerintah Arab Saudi menetapkan Idul Adha jatuh pada hari Jumat (6/6), sedangkan Hari Arafah (Wukuf di Arafah) sebagai rangkaian puncak musim haji pada 5 Juni 2025 yang akan diikuti 1,83 juta muslim dari berbagai penjuru dunia termasuk dari Indonesia yang tahun ini memiliki kuota sebanyak 221.000 jamaah.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko mengatakan bahwa layanan syarikah (perusahaan pelayanan haji) dan masalah perlindungan jamaah haji nonkuota harus dievaluasi untuk penyusunan Undang-Undang Haji.
Menurut ia, hingga saat ini pemerintah belum dapat menjamin perlindungan bagi jamaah haji yang berangkat melalui jalur visa nonkuota, seperti visa furoda atau mujamalah karena belum adanya payung hukum yang jelas. Skema itu masih berjalan dalam sistem business to business antara travel Indonesia dan pihak syarikah di Arab Saudi.
"Memang kemarin itu bisnis ke bisnis, jadi pemerintah tidak ikut langsung dalam proses visa furoda," kata Singgih dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Ia menegaskan DPR RI sedang mendorong agar warga negara yang berangkat haji lewat jalur nonkuota tetap mendapatkan perlindungan hukum dan layanan yang layak.
Menurut Singgih, selama ini pemerintah seakan tidak bisa melindungi mereka karena belum diatur dalam undang-undang.
"Nanti insya Allah dalam undang-undang yang baru semua itu akan terwadahi," kata anggota Tim Pengawas Haji DPR RI itu.
Ia menjelaskan bahwa pada penyelenggaraan haji 2024, hanya ada satu syarikah yang menangani seluruh jamaah Indonesia, tetapi hal itu justru menimbulkan banyak masalah.
Maka untuk tahun ini, Pemerintah Arab Saudi menugaskan delapan syarikah. Namun, penambahan syarikah itu justru menimbulkan persoalan baru.
"Kita berharap pelayanan membaik dengan delapan syarikah, tetapi ternyata justru menyebabkan jamaah dalam satu kloter bisa terpecah. Bahkan ada suami istri yang dipisah penempatannya," katanya.
Singgih menambahkan DPR telah berkoordinasi dengan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag untuk membenahi sistem ini. Ke depan, distribusi jamaah akan berbasis pada embarkasi, bukan lagi per kloter, agar satu rombongan ditangani satu syarikah yang sama.
"Insyaallah nanti meskipun ada lebih dari satu syarikah, penanganannya akan berbasis embarkasi. Jadi, satu embarkasi ditangani satu syarikah agar suami istri dan keluarga tidak terpecah lagi," katanya.
sumber : Antara