Risma Wulandari
Gaya Hidup | 2025-06-15 06:58:16

Di era digital ini, hidup dalam kenyamanan yang tak pernah terbayangkan oleh generasi sebelumnya. Hanya dengan genggaman ponsel, kita bisa memesan makanan, membeli barang, bahkan melakukan konsultasi kesehatan tanpa perlu keluar rumah.
Generasi Z sudah menjadi generasi yang paling akrab dengan gaya hidup ini. Gen Z lahir dan tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi, sehingga wajar jika mereka lebih menyukai segala sesuatu yang cepat, praktis, dan serba instan. Fenomena ini membuat banyak orang bertanya: apakah budaya instan ini hanya sebuah tren, atau sudah menjadi kebiasaan yang membentuk cara hidup Gen Z? Kemudahan yang ditawarkan berbagai aplikasi pesan antar dan belanja online telah mengubah pola konsumsi masyarakat.
Menurut laporan e-Conomy SEA 2024 yang dirilis oleh Bain & Company, Indonesia merupakan salah satu pasar digital dengan pertumbuhan tercepat di Asia Tenggara, terutama di sektor e-commerce dan food delivery. Fenomena ini membuktikan adanya perubahan gaya hidup masyarakat, terutama Gen Z yang mulai meninggalkan aktivitas fisik dan lebih mengandalkan teknologi dalam menjalani kesehariannya. Bagi mereka, menghabiskan waktu di rumah dengan “scroll-scroll” layar ponsel kini menjadi gaya hidup yang dianggap normal, bahkan ideal. Kemudahan yang terus-menerus tersedia tanpa usaha besar perlahan membentuk pola pikir yang serba cepat dan instan. Banyak anak muda menjadi terbiasa untuk mendapatkan sesuatu tanpa harus melewati proses panjang. Hal ini dapat memengaruhi cara mereka menghadapi tantangan hidup.
Kesabaran menjadi sesuatu yang langka, dan segala sesuatu yang tidak langsung berhasil sering kali dianggap gagal. Budaya instan ini membuat banyak orang enggan menghadapi proses, dan lebih memilih jalan pintas demi hasil cepat. Gaya hidup yang terlalu bergantung pada layanan digital juga berdampak pada tubuh. Aktivitas fisik menurun karena hampir semua hal bisa dilakukan dari rumah. Jalan kaki ke toko digantikan oleh layanan antar, memasak sendiri tergantikan oleh makanan siap kirim.
Semakin hari, tubuh semakin terbiasa untuk diam, sementara kebutuhan akan gerak tetap penting bagi kesehatan. Kurangnya aktivitas fisik dapat menurunkan kebugaran, mengurangi energi, dan berpotensi memicu masalah kesehatan jangka panjang. Budaya instan juga mempersempit banyak ruang untuk berinteraksi secara langsung. Dulu, pergi ke warung, mengobrol dengan tukang sayur, atau antre di kasir dapat menjadi momen sosial kecil yang dapat mempererat hubungan antar sesama. Kini, banyak dari momen tersebut yang tergantikan oleh layar ponsel. Interaksi tatap muka menjadi lebih jarang, dan kemampuan untuk membangun komunikasi atau relasi dapat ikut terpengaruh. Dunia sosial semakin sempit, karena semua dapat diselesaikan sendirian.
Penting untuk diingat bahwa teknologi harus dipandang sebagai alat yang memudahkan kehidupan, bukan pengganti seluruh aktivitas manusia. Kepraktisan yang ditawarkan harus digunakan dengan bijak agar tidak mengurangi pengalaman dan kualitas hidup. Masyarakat terutama Gen Z perlu menjaga keseimbangan antara kemudahan digital dan keterlibatan langsung dalam kehidupan nyata. Proses dan usaha memiliki nilai tersendiri yang tidak dapat digantikan oleh kemudahan teknologi. Kemajuan teknologi adalah bagian tak terpisahkan dari perkembangan zaman. Sebagai individu, kita memiliki kendali untuk menentukan bagaimana teknologi tersebut memengaruhi hidup kita. Budaya instan sebaiknya dijadikan sarana untuk mendukung kehidupan, bukan menggantikan seluruh aspek kehidupan. kita dapat menjalani hidup yang lebih bermakna, sehat, dan penuh hubungan sosial yang bermutu dengan menyeimbangkan penggunaan teknologi dan pengalaman nyata.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.