Evaluasi Bencana Sumatera, Menhut: Kerusakan Hutan Hari ini Akumulasi Kesalahan Panjang

9 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni mengatakan, akumulasi kesalahan kecil menjadi akar persoalan berulang dalam pengelolaan hutan di tanah air. Hal tersebut disampaikan Raja Juli dalam peringatan Hari Anti-Korupsi Sedunia (Hakordia) 2025, Rabu (10/12/2025). 

Menurut Menhut, perlu ada refleksi personal dan pembenahan institusional untuk mencegah kerusakan hutan dan praktik koruptif di sektor kehutanan. Ia mengakui bahwa kerusakan hutan yang terjadi saat ini  terutama di Aceh, Sumatera Utara dan Barat menyebabkan banjir bandang dan longsor pada akhir November lalu merupakan hasil dari akumulasi panjang kelalaian lintas periode pemerintahan.

“Terus terang apa yang terjadi hari ini adalah akumulasi dari perjalanan panjang, tentu tidak terjadi dalam satu hari saja, satu minggu saja, satu bulan saja, satu tahun saja, satu dekade saja, satu periode pemerintahan saja. Bahwa ini adalah akumulasi dari mungkin kesalahan-kesalahan kecil, keteledoran-keteledoran kecil, ketidaksadaran namun berakumulasi, memuncak menjadi persoalan-persoalan seperti (hari) ini,” katanya Rabu (10/12/2025).

Ia menekankan pencegahan korupsi tidak cukup berbasis moral individu. Refleksi personal, menurutnya, harus dilakukan setiap pejabat sebelum memutuskan kebijakan, menandatangani nota dinas, maupun mengeluarkan paraf yang berdampak pada pengelolaan kawasan hutan.

“Kita perlu bertanya, apakah tindakan itu berkontribusi pada kerusakan hutan? Kalau iya, itu bagian dari tindakan koruptif,” ujarnya.

Namun ia menegaskan refleksi pribadi saja tidak cukup. Raja menyoroti struktur kerja sektor kehutanan yang dinilainya tidak memadai untuk mengawasi luasnya kawasan hutan nasional. Ia mencontohkan Aceh yang memiliki 3,5 juta hektare kawasan hutan, tetapi hanya dijaga 64 polisi hutan. 

"Apa yang bisa diharapkan? Kita makin zalim kepada polisi hutan-polisi hutan kita. Dituntut bekerja keras, tetapi perangkat tidak disediakan,” katanya.

Keterbatasan anggaran, menurut Raja, juga menjadi hambatan utama. Raja menceritakan temuannya di Bengkulu ketika anggaran pengawasan hutan hanya Rp50 juta setahun.

Kondisi tersebut, katanya, membuat aparat lapangan bekerja dengan tuntutan besar tanpa dukungan operasional memadai. Akibatnya, pelanggaran hutan kerap terjadi bukan karena kesengajaan, melainkan karena tugasnya memang tidak mungkin dikerjakan.

Read Entire Article
Politics | | | |