REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) melayangkan surat resmi kepada Menteri Hukum dan HAM RI, Supratman Andi Agtas untuk meminta Kemenkumham tidak mengesahkan perubahan apa pun terkait susunan kepengurusan PBNU 2022–2027 di tengah memanasnya dinamika internal organisasi.
Surat bernomor 4802/PB.03/B.I.01.61/99/12/2025 tertanggal 5 Desember 2025 itu berisi pemberitahuan sekaligus permohonan agar pemerintah tidak mengambil langkah administratif sebelum proses penyelesaian konflik diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme organisasi.
Dalam surat tersebut, PBNU menegaskan bahwa berdasarkan Anggaran Rumah Tangga (ART) Pasal 40 ayat (1) huruf e, Ketua Umum PBNU adalah mandataris muktamar dan tidak dapat diberhentikan kecuali melalui Muktamar Luar Biasa dengan pembuktian pelanggaran berat sesuai ketentuan Pasal 74 ART.
Karena itu, keputusan Rapat Harian Syuriyah pada 20 November 2025 yang berujung pada klaim pemberhentian Ketua Umum dinyatakan tidak memiliki dasar hukum.
“Apalagi pemberhentian tersebut hanya didasarkan pada dugaan-dugaan yang tidak melalui proses pembuktian yang benar,” tulis PBNU dalam surat yang ditandatangani KH Yahya Cholil Staquf dan Wakil Sekretaris Jenderal Dr Najib Azca.
PBNU juga melampirkan daftar pelanggaran yang dituding dilakukan Rais Aam KH Miftachul Akhyar, mulai dari memutus komunikasi dengan Ketua Umum selama berbulan-bulan hingga menggunakan Rapat Harian Syuriyah untuk memaksakan pemberhentian Ketua Umum. Termasuk pula dugaan pemanfaatan dokumen audit palsu dan penyampaian pernyataan bernuansa fitnah.
Selain menyoroti aspek hukum organisasi, surat itu juga menyebut adanya langkah-langkah para kiai sepuh dan jajaran Mustasyar PBNU yang tengah berupaya mengupayakan rekonsiliasi dan meredakan ketegangan antarpihak.
“Mengingat hal-hal tersebut di atas, kami mohon dengan hormat agar Kementerian Hukum Republik Indonesia tidak mengesahkan perubahan apa pun terhadap susunan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Masa Khidmat 2022 - 2027 hingga dihasilkannya kepengurusan baru melalui Muktamar NU yang sah, kredibel, dan bermartabat berdasarkan ketentuan AD/ART NU,” demikian isi permohonan PBNU.
Surat tersebut ditembuskan kepada Rais Aam PBNU, seluruh Pengurus Wilayah NU, dan Pengurus Cabang NU se-Indonesia, serta telah dilengkapi stempel digital Peruri untuk verifikasi keabsahan dokumen.
Sebelumnya, rapat pleno PBNU yang digelar di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa (9/12/2025) malam, resmi menetapkan KH Zulfa Mustofa sebagai Penjabat (PJ) Ketua Umum PBNU. Penetapan ini menjadi tindak lanjut dari keputusan Syuriah PBNU yang memberhentikan Gus Yahya sebagai Ketua Umum PBNU.
Hasil rapat pleno tersebut diumumkan oleh Rais Syuriah PBNU, Prof Mohammad Nuh. "Penetapan pejabat Ketua Umum PBNU masa bakti sisa sekarang ini, yaitu yang mulia beliau Bapak KH Zulfa Mustofa," ujar Prof Nuh usai rapat pleno yang digelar tertutup.
Ia menjelaskan, Kiai Zulfa Mustofa akan memimpin PBNU ke depan dan melaksanakan tugas-tugasnya sampai pelaksanaan Muktamar NU di 2026.
"Oleh karena itu, beliau akan memimpin PBNU ini sebagai pejabat Ketua Umum melaksanakan tugas-tugasnya sampai dengan Muktamar yang insyaallah akan dilaksanakan di 2026," ucapnya.

8 hours ago
3















































