Oleh: Fitriyan Zamzami*)
Meski menolak tawaran Kartini, Agus Salim tak pernah lupa berterima kasih. Dua dekade kemudian, saat Kartini kerap dipropagandakan sebagai produk kolonial yang anti-Islam, Agus Salim membelanya. Pembelaan itu ia sampaikan dalam tulisannya tentang Islam dan perempuan di majalah Hindia Baroe terbitan 17 dan 18 April 1925.
Agus Salim menuliskan bahwa yang dituliskan dalam surat-surat Kartini adalah gambaran masa tersebut. Masa-masa di mana para priyayi mengungkung putri-putri mereka. Agus Salim juga menuliskan bahwa sikap Kartini tentang agama Islam tak lebih merupakan hasil dari sistem pengajaran agama saat itu.
Agus Salim mengiyakan, surat-surat Kartini jelas menunjukkan pengetahuan agama Islamnya yang tak sebegitu dalam, juga pemahanan soal Eropa yang sepihak. Kendati demikian, Kartini juga membuka gambaran soal kondisi bangsa yang memang harus dibenahi saat itu. "Terutama sekali, masa seperempat abad yang lalu itu amat membencanai kemajuan budi dan kemanusiaan bangsa kita," tulis Agus Salim, seperti tercantum dalam "Seratus Tahun Haji Agus Salim" (1996).
Yang kemudian ditekankan oleh Agus Salim, betapa pun Kartini mem persoalkan kebiasaan bangsanya dan juga mengkritik Islam saat itu, tak pernah sekalipun Kartini "menyeberang". "Tetapi, sepenuh-penuh cita-citanya menghendaki terangkat naik bangsanya daripada derajad yang dilihatnya rendah itu. Kepada isi hatinya itulah kita harus memperingati Marhumah Putri Jawa yang mulia itu," kata Agus Salim.
Bisa jadi, karena terpengaruh pandangan-pandangan Kartini ini, Agus Salim merobek tabir pemisah lelaki dan perempuan dalam kongres Jong Islamieten Bond (JIB) dalam kongres pada 1927. "Sekali lagi, perlu saya tegaskan bahwa pemisahan atau pengucilan kaum wanita bukanlah perintah agama Islam, melainkan hanyalah suatu adat di kalangan bangsa Arab," tulis Salim, seperti dinukil dalam Seratus tahun Haji Agus Salim.
Pandangan-pandangan serupa dengan Agus Salim sempat juga disampaikan ulama besar Buya Hamka dalam tulisan di Pedoman Masjarakat edisi 24 Mei 1938 dan 23 Juni 1938. Dalam tulisan itu, agaknya Hamka juga berupaya mewajarkan pandangan-pandangan Kartini terkait Islam dalam surat-suratnya. Menurut Hamka, Kartini benar bahwa ulama-ulama kala itu punya andil kesalahan membuat banyak pihak antipati terhadap Islam.