REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat Marciano Norman menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya legenda bulu tangkis nasional Tan Joe Hok pada Senin (2/6/2025), di Rumah Sakit Medistra, Jakarta.
“Selaku Ketua Umum KONI Pusat, dan mewakili masyarakat olahraga prestasi Indonesia, saya mengucapkan rasa duka cita yang mendalam atas meninggalnya legenda kebanggaan kita, Bapak Tan Joe Hok. Terima kasih, apresiasi dan penghormatan yang setinggi-tingginya atas jasa serta prestasi yang dipersembahkan untuk Indonesia,” kata Marciano dikutip dari keterangan tertulis yang diterima pewarta, Senin.
“Jasamu akan selalu kami kenang dan perjuanganmu untuk terus mempersembahkan prestasi demi nusa dan bangsa, kami lanjutkan. Selamat jalan,” lanjutnya.
Marciano menegaskan bahwa Tan Joe Hok bukan hanya seorang atlet berprestasi, tetapi juga simbol perjuangan dan dedikasi dalam mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Ia menggarisbawahi peran penting Tan Joe Hok dalam sejarah olahraga Indonesia, mulai dari Piala Thomas pertama tahun 1958, gelar All England 1959, hingga medali emas Asian Games 1962.
Sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya, Tan Joe Hok menerima KONI Lifetime Achievement Award in Sport pada 12 November 2021, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan.
Organisasi olahraga nasional lainnya juga turut menyampaikan belasungkawa. PBSI dalam pernyataan tertulis menyebut kepergian Tan Joe Hok sebagai kehilangan besar bagi dunia bulu tangkis Indonesia.
Tan Joe Hok, legenda bulu tangkis yang membuka jalan bagi kejayaan Merah Putih di pentas dunia, tutup usia dalam usia 87 tahun.
"Indonesia baru saja kehilangan legenda bulu tangkis Tan Joe Hok. Tan Joe Hok berpulang pada hari Senin, 2 Juni 2025, pukul 10.52 WIB di Rumah Sakit Medistra," demikian pernyataan resmi PBSI.
"Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI) menyampaikan duka cita yang mendalam dan doa terbaik untuk almarhum dan keluarga. Selamat jalan Tan Joe Hok. Warisanmu untuk bulutangkis kan abadi."
Lahir di Bandung, 11 Agustus 1937, dengan nama asli Hendra Kartanegara, Tan Joe Hok bukan hanya juara di lapangan, tetapi juga simbol ketekunan, integritas, dan pengabdian yang tak kenal lelah untuk negeri ini.
Ia dikenal luas sebagai putra Indonesia pertama yang menjuarai All England, saat mengalahkan rekan senegaranya Ferry Sonneville pada 1959. Hal itu menjadi sebuah pencapaian luar biasa di masa ketika dunia baru mulai mengenal kekuatan bulu tangkis Asia.
Namun, kejayaan itu bukan satu-satunya warisan Tan Joe Hok. Ia adalah pahlawan Piala Thomas 1958, ketika tim Indonesia menaklukkan Malaya dan merebut supremasi dunia. Ia mengulang prestasi itu di edisi 1961 dan 1964, menjadi pemain tunggal andalan dengan catatan nyaris sempurna.
Tan juga berhasil memenangi medali emas Asian Games 1962, setelah ia mengatasi perlawanan Teh Kew San di final. Bersama para wakil Indonesia lainnya, ia membawa bulu tangkis bukan sekadar olahraga, tapi menjadi identitas dan kebanggaan bangsa.
Di luar lapangan, Tan Joe Hok melanjutkan pendidikan ke Baylor University di Amerika Serikat, menekuni bidang kimia dan biologi. Namun cintanya pada Tanah Air tak pernah pudar. Ia pulang, mengabdi lewat pelatihan, pembinaan, dan sumbangsih pemikiran untuk regenerasi atlet muda.
Ia juga sempat menjajal karier di luar negeri sebagai pelatih bulu tangkis di Meksiko dan Hong Kong. Meski kemudian kembali ke Tanah Air dan menjadi pelatih di PB Djarum pada 1982.
Bahkan pada masa tuanya, semangatnya tak pernah surut. Ia hadir sebagai penutur sejarah dan inspirasi hidup bagi generasi penerus.
Meski berasal dari komunitas Tionghoa, Tan Joe Hok memilih tetap tinggal di Indonesia di tengah arus diskriminasi politik yang sempat menghimpit.
Kini, sang legenda telah berpulang. Tapi warisannya abadi—pada setiap smes yang melambung ke udara, pada setiap anak bangsa yang berani bermimpi besar.
sumber : Antara