Majalah Vogue Tuai Kritik Akibat Tampilkan Model Hasil AI

10 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Majalah Vogue dikkritik setelah memuat iklan yang menampilkan model hasil kecerdasan buatan (AI) untuk pertama kalinya. Keputusan ini memicu kekhawatiran baru mengenai standar kecantikan yang tidak realistis dan masa depan industri modeling.

Dilansir dari Malay Mail, Selasa (29/7/2025), gambar yang menuai kontroversi tersebut menampilkan sosok perempuan pirang berpenampilan sempurna, mengenakan gaun maxi bergaris dan playsuit bermotif bunga untuk koleksi musim panas jenama Guess. Di pojok halaman, terdapat penjelasan kecil yang menyatakan model tersebut adalah buatan AI.

Model tersebut diciptakan oleh perusahaan AI bernama Seraphinne Vallora, dan ini menjadi kali pertama sosok virtual muncul di Vogue. Pihak majalah menegaskan pemuatan gambar tersebut adalah keputusan komersial semata, bukan bagian dari isi editorial mereka.

Namun, para kritikus menilai iklan ini melemahkan perjuangan untuk keberagaman dan inklusivitas dalam dunia mode. Terutama setelah bertahun-tahun kampanye dari para model nyata yang berasal dari komunitas terpinggirkan.

Felicity Hayward, seorang model ukuran plus dengan pengalaman lebih dari satu dekade di industri ini menyebut langkah ini sebagai hal yang malas dan murahan. Ia menuduh Guess hanya mencari sensasi atau menghemat biaya tanpa mempertimbangkan dampak yang lebih luas. “Ini sangat mengecewakan dan agak menakutkan,” ujarnya.

Ia memperingatkan penggunaan AI dalam kampanye fashion dapat menghapus kemajuan yang telah dicapai dalam mempromosikan keberagaman.

Pendiri Seraphinne Vallora, Valentina Gonzalez dan Andreea Petrescu, menyebut mereka dihubungi langsung oleh pendiri Guess, Paul Marciano, untuk menciptakan model berbasis AI. Setelah meninjau 10 konsep awal, Marciano memilih dua sosok yaitu seorang pirang dan seorang berambut merah untuk dikembangkan lebih lanjut.

Meski Gonzalez dan Petrescu bersikeras model mereka terlihat realistis dan tak berbeda dari iklan yang menampilkan supermodel sungguhan, mereka mengakui portofolio Instagram mereka masih minim keberagaman. Mereka mengeklaim unggahan yang menampilkan model AI dengan warna kulit berbeda tidak mendapatkan perhatian sebanyak model berkulit terang.

“Kami adalah bisnis, dan kami menggunakan gambar yang menciptakan percakapan dan menarik klien,” ujar Gonzalez. Mereka juga mengakui belum membuat model berukuran plus-size, dengan alasan keterbatasan teknologi.

Iklan ini memicu kekhawatiran di media sosial. Seorang pengguna X (dulu Twitter) menulis, “Wow! Seolah-olah standar kecantikan yang ada belum cukup mustahil, sekarang datang AI untuk membuatnya makin tak masuk akal.”

Vanessa Longley, CEO dari badan amal gangguan makan di Inggris Beat, menyebut perkembangan ini mengkhawatirkan. Ia mengatakan paparan terhadap tubuh yang tidak realistis dapat merusak rasa percaya diri dan meningkatkan risiko gangguan makan.

Sinead Bovell, mantan model yang kini menjadi pengusaha teknologi, yang pernah menulis di Vogue lima tahun lalu mengenai bahaya AI menggantikan model nyata, menyebut kurangnya pelabelan yang jelas pada konten AI sebagai hal yang sangat bermasalah. “Ada anak-anak perempuan yang menjalani operasi plastik agar terlihat seperti wajah di filter dan sekarang kita melihat manusia yang sepenuhnya buatan,” ujarnya.

Sebagai majalah yang sering dianggap sebagai kiblat dunia mode, Vogue turut dikritik karena dianggap melegitimasi iklan tersebut dengan menampilkannya di versi cetak mereka.

Read Entire Article
Politics | | | |