Menkes Minta MK Tolak Gugatan IDI terkait Judicial Review UU Kesehatan

1 day ago 10

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi (judicial review) yang diajukan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Hal itu karena Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan tidak bertentangan dengan konstitusi.

"Pemerintah memohon kepada ketua dan majelis hakim MK … menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," kata Budi di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025).

Budi mengatakan, UU Kesehatan disusun menggunakan pendekatan integratif untuk menata ulang relasi kelembagaan secara lebih proporsional. Dalam konteks ini, ia menyinggung salah satu dalil pemohon yang berkaitan dengan pembentukan organisasi profesi.

Menurut Budi, norma Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan yang mengatur bahwa "tenaga medis dan tenaga kesehatan dapat membentuk organisasi profesi" merupakan bentuk peneguhan prinsip Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dia menyebut, norma tersebut bukan bentuk pelemahan terhadap organisasi profesi,'

Budi malah menilai, norma yang baru justru memperkuat pengakuan konstitusional atas hak berserikat dan berkumpul dalam ranah keprofesian yang dilandaskan pada prinsip otonomi. Dalam negara hukum demokratis, kata dia, kebebasan berserikat tidak tunduk pada perintah atau keharusan dari negara, tetapi berdiri atas dasar kehendak bebas subjek hukum.

"Norma ini juga menempatkan organisasi profesi selaras dengan sistem hukum kesehatan nasional yang bersifat inklusif dan bukan eksklusif," ujar Budi.

Dalam gugatannya, PB IDI meminta Mahkamah menyatakan Pasal 311 ayat (1) UU Kesehatan dimaknai menjadi "Tenaga medis dan tenaga kesehatan membentuk organisasi profesi untuk dokter adalah Ikatan Dokter Indonesia dan organisasi profesi untuk dokter gigi adalah Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia".

Di sisi lain, Budi juga menjelaskan, ketentuan pembentukan konsil dalam Pasal 268 ayat (1) merupakan ranah administrasi negara untuk memperkuat akuntabilitas, koordinasi, dan efektivitas dalam pengawasan serta pembinaan profesi kesehatan. Menurut dia, Pasal 268 UU Kesehatan tidak hanya menetapkan keberadaan konsil, tetapi juga membuka ruang bagi pengaturan internal dalam konsil untuk membedakan fungsi dan pengorganisasian antara tenaga medis dan tenaga kesehatan.

Adapun dalam UU Kesehatan sebelumnya, yakni UU Nomor 29 Tahun 2004, diatur bahwa konsil kedokteran Indonesia terdiri atas konsil kedokteran dan konsil kedokteran gigi. Namun, dalam UU Kesehatan terbaru, konsil tersebut disatukan.

"Penyatuan kelembagaan tidak berarti unifikasi identitas profesi, tetapi bentuk koordinasi administratif dalam wadah kelembagaan negara yang terstandar agar lebih efisien dan responsif terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat," ucap Budi menjelaskan.

Read Entire Article
Politics | | | |