Nadiem Tersangka, Mantan Hakim Agung: Pidana Korupsi Juga Bisa karena Kelalaian

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Mantan hakim agung, Gayus Lumbuun berpandangan keterlibatan seseorang dalam tindak pidana korupsi, tidak harus dengan melihat adanya aliran dana ke dirinya sendiri. Jika ada pihak lain yang diuntungkan secara melawan hukum, maka orang tersebut tetap bisa diproses hukum.

Hal ini disampaikan Gayus menjawan pertanyaan apakah seseorang bisa lepas dari jerat hukum jika tidak menerima uang dari sebuah proyek yang diduga ada unsur korupsinya. Sebelumnya, pengacara Nadiem Makarim, Hotman Paris, mengungkapkan, tidak ada satu sen pun baik dari segi bukti rekening bank maupun dari segi saksi yang menyatakan Nadiem pernah terima uang terkait pengadaan laptop chromebook. Termasuk tidak ada bukti ada unsur Nadiem memperkaya diri.

Gayus mengatakan, merujuk pasal 2 dan 3 UU Tipikor, ketentuannya adalah menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Kalaupun benar Nadiem tidak punya niat jahat maupun tidak menerima uang dari proyek tersebut, tapi ada pihak yang menikmati keuntungan, menurut Gayus, maka Nadiem tetaplah terkait. 

Mens rea (niat jahat)  itu tidak berdiri sendiri, tetapi bentuk actus reus (tindakan bersalah), yaitu tindakan-tindakan walaupun dia lalai, tidak sengaja tetapi jelas merugikan negara. Walaupun Nadiem tidak menikmati atau tidak punya niat tetapi membuat kerugian negara,” papar Gayus yang sekarang bergelut di dunia akademik menjadi dosen pengajar ini.

Gayus meminta agar penyidik Kejagung harus membuktikan orang-orang atau pihak yang diuntungkan dari proyek pengadaan laptop chromebook ini. “Penyidik harus mampu mengungkapkan,” jelasnya.

Terkait dengan adanya masukan dari sejumlah pakar pidana yang meminta Kejagung mendalami investasi sebuah lembaga yang berhubungan dengan chromebook di Gojek, yang notabene didirikan Nadiem, Gayus mengatakan, siapapun yang dicuatkan oleh Nadiem harus disidik. “Tugas pembuktian ada di penyidik. Ranah pembuktian ada di penyidik, bisa saja di Kejagung, KPK,” papar Gayus.

Disinggung tentang kemungkinan adanya kekhawatiran kebijakan bisa berefek pidana, akan membuat pejabat takut membuat kebijakan strategis, Gayus berpandangan, kebijakan harus terkait dengan latar belakang sehingga kebijakan tersebut perlu diambil. contohnya, ketika negara perlu impor pangan. 

“Adanya motif sebuah kebijakan yang bisa dipertanggungjawabkan. (Kebijakan) itu tidak untuk dirinya sendiri maupun orang lain yang menyebabkan kerugian negara,” kata mantan anggota DPR tersebut.

Read Entire Article
Politics | | | |