Oleh Muhammad Noor Alfian Choir
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengadaan hibah Chromebook yang digawangi Kemendikbudristek sepanjang 2019-2023 tengah dalam penyidikan Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi. Republika menelusuri sejumlah sekolah penerima bantuan itu dan menemukan bahwa penggunaannya jauh dari yang digembar-gemborkan kala itu.
Suasana laboratorium komputer di salah satu SMA negeri di Jakarta Timur itu tak ramai pada Selasa (3/5/2025) siang. Hampir tak ada murid berkegiatan di lokasi tersebut. Bagaimanapun, lokasi itu menyimpan jejak ambisi besar pemerintah terkait digitalisasi pendidikan. Tampak belasan unit Chromebook buatan lokal bermerek Zyrex M432-2 teronggok di sudut laboratorium. Unit-unit Chromebook itu masih rapi tersimpan di dalam kardusnya.
Perangkat tersebut awalnya digadang-gadang sebagai ujung tombak wacana besar pemerintah terkait digitalisasi pendidikan. Belakangan, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyidik dugaan korupsi di Kemendikbudristek terkait pengadaan yang merupakan bagian dari program besar digitalisasi senilai Rp 9,9 triliun sepanjang 2019–2023. Saat itu menteri pendidikan dijabat Nadiem Makarim.
Pihak-pihak di Kemendikbudristek diduga terlibat persekongkolan pengadaan laptop Chromebook yang disebar ke berbagai sekolah di berbagai daerah. Peringatan bahwa gawai itu tidak sesuai dengan kebutuhan program digitalisasi pendidikan diabaikan.
Yang ditemui Republika di sekolah negeri di Jakarta Timur, menguatkan temuan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom) soal rendahnya daya guna gawai Chromebook tersebut.
Salah seorang guru sekaligus penanggung jawab teknologi informasi (TI) di sekolah tersebut mengaku tak ada yang tahu di sekolahnya soal mengapa mereka terpilih mendapatkan bantuan tersebut. Pihak sekolah juga heran bisa mendapatkan bantuan tersebut. "Tidak (ada proses pengajuan) tiba tiba aja. Makanya kami kaget, kebanyakan yang dipanggil itu dari daerah-daerah, malah kami dari salah satu dari sedikit yang di Jakarta aja," katanya.
Setelah terpilih, menurutnya ada dua orang guru di sekolah tersebut yang mendapat pelatihan awal untuk program tersebut. Namun, dari tiga orang tim IT, dua diantaranya telah mutasi atau keluar, menyisakan dirinya seorang.
"Sebenarnya yang menerima pada waktu itu bukan saya, tapi teman saya kebetulan yang pertama ini udah keluar duluan terus yang kedua ini yang waktu itu ikut pertemuannya lah gitu," katanya saat ditemui Republika, Selasa (3/6/2025). "Waktu itu kalau nggak salah dipanggil ke Karawang untuk yang sekolah-sekolahnya yang akan menerima atau calon penerima gitu," katanya.
Di pertemuan pada 2021 tersebut, sekolahnya mendapat jatah 15 unit Chromebook. Meskipun kondisinya sekarang masih terawat rapi, namun ia menyebut spesifikasi Chromebook tersebut terbatas.
Sebagai guru, pihaknya menyebut pengadaan Chromebook sebagai langkah digitalisasi pendidikan terlalu jauh panggang dari api. Menurutnya, saat ini Chromebook tersebut fungsinya sangat terbatas. Baik untuk melakukan desain visual atau pelajaran lainnya di tengah gempuran teknologi kecerdasan buatan dan sebagainya.
"Install aplikasi dibatasi, hanya bisa loginnya cuma bisa akun belajar.id tidak sebebas install dari (Google) Play Store. Mau ngetik-ngetik dan sebagainya nggak ada (Microsoft) Words, nggak ada apa-apa." Menurutnya daya guna Chromebook juga sangat terbatas. “Barangnya juga kecil, jatuhnya kayak netbook ya layarnya kecil banget segini doang layarnya," katanya.
Ia menuturkan sejak awal memertanyakan pilihan gawai tersebut. “Chromebook itu aja udah agak gimana ya?. Maksudnya hanya bisa dipakai kalau ada internet kan, beda dengan Windows gitu kan pemilihan komputer Itu adalah chromebook Itu aja udah sempat bikin ‘ah Ini dipake buat apa gitu?’," katanya.
Guru yang merasa cukup ilmu soal teknologi informasi mendaku gagap mengoperasikan Chromebook. Buat guru-guru yang belum akrab dengan teknologi terkini, kesulitan mengoperasikan Chromebook ini jadi berlipat.
"Sistem shortcut-nya beda. Untuk mengajar saya sendiri aja menggunakan itu gagap, apalagi ke anak, apalagi ke guru-guru yang lain. Jadi memang sejujurnya tidak terlalu terpakai untuk operasional guru atau siswa. Ia mengakui, ada Chromebook yang memiliki spesifikasi yang tergolong tinggi dan mumpuni. Tak demikian yang didatangkan ke sekolahnya oleh Kemendikbudristek.
Jadi cadangan ANBK...