REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam mengajarkan umatnya agar selalu menjaga lisan. Sebab, berbagai dampak buruk dapat muncul dari mulut yang tak dijaga.
Misalnya, lisan yang gemar mengafirkan saudara seiman. Padahal, takfiri termasuk dalam perbuatan yang terlarang dilakukan.
Imam al-Ghazali menegaskan dalam karyanya, Faishal al-Tafriqah baina al-Islam wa al-Zandaqah, "Janganlah kamu memvonis musyrik, kafir atau munafik terhadap seorang ahl al-qiblah (orang yang membaca syahadat dan shalat menghadap kiblat). Karena yang mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati manusia hanyalah Allah SWT. Maka, janganlah kamu ikut campur (intervensi) dalam urusan hamba Allah dengan Allah SWT."
Pada zaman Nabi Muhammad SAW pun, ada kejadian yang di dalamnya beliau kecewa. Sebab, ada seorang Muslim yang melakukan takfiri.
Suatu ketika, Muhallim bin Juttsamah turut serta dalam sebuah pasukan patroli (sariyah) yang ditugaskan Nabi SAW. Atas arahan Rasulullah SAW, kelompok ini dipimpin Abu Qatadah al-Anshari.
Tim tersebut bertugas ke Gunung Adham, dekat Makkah, untuk menyelidiki keadaan musuh.
Mereka lalu berjumpa dengan seorang pria yang berdiri di depan pintu rumah itu. Mengutip Tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, nama lelaki tersebut ialah Amir bin al-Adhbath al-Asyja’i.
Abu Qatadah lantas mengucapkan salam lengkap kepadanya, “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!”
“Wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh,” jawab Amir.
Tiba-tiba, Muhallim bin Juttsamah langsung menghunuskan pedangnya. Leher Amir bin Adhbath pun dengan cepat ditebasnya. Ia melakukan pembunuhan itu tanpa aba-aba Abu Qatadah selaku pemimpin kelompok.
Amir meninggal seketika.
Betapa terkejutnya Abu Qatadah dan anggota sariyah lainnya. Dan dengan tenang, seolah tak terjadi apa-apa, Muhallim menjawab keheranan mereka.
“Ia tadi menjawab salam kita hanya untuk berpura-pura! Sungguh, ia termasuk golongan musyrik,” kata Muhallim.
Setelah berkata itu, ia merebut harta benda dan hewan ternak milik si mendiang. Barang-barang itu hendak diserahkannya kepada Nabi SAW sebagai harta rampasan (ghanimah).
Begitu kembali ke markas, Abu Qatadah selaku komandan tim sariyah langsung melaporkan kejadian tersebut kepada Rasulullah SAW. Tampak beliau sangat kecewa dan sekaligus bersedih hati.
Nabi SAW kemudian bersabda kepada Muhallim, “Dosamu tidak akan diampuni Allah.”