Ilustrasi sukuk/obligasi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tambahan likuiditas Rp200 triliun dari pemerintah dinilai tak akan menahan minat bank menerbitkan surat utang di sisa tahun ini. PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) menilai, penerbitan obligasi perbankan tetap stabil karena digunakan untuk menyeimbangkan struktur pendanaan jangka panjang.
“Dengan penurunan suku bunga dan tambahan likuiditas Rp200 triliun, tentu ini menjadi PR bagi bank-bank besar untuk menyalurkan dana,” ujar Analis Divisi Pemeringkatan Jasa Keuangan Pefindo, Danan Dito, dalam Taklimat Media yang digelar Pefindo secara daring dikutip Ahad (19/10/2025).
Menurut Dito, dana tersebut tidak seluruhnya langsung disalurkan ke kredit baru, karena sebagian digunakan bank untuk melepas deposito berbiaya mahal. “Dana yang mahal-mahal mereka lepas untuk recomposition dan rebalancing kembali komposisi DPK-nya,” katanya.
Ia menjelaskan, dari sisi surat utang, tambahan likuiditas justru memperkuat posisi bank. Obligasi jangka panjang dibutuhkan untuk menyeimbangkan durasi aset dan kewajiban sehingga tidak terpengaruh dana jangka pendek.
“Dari sisi obligasi, karena jangkanya lima tahun ke atas, dana dari Kementerian Keuangan itu tidak serta-merta mengganggu rencana penerbitan,” ucap Dito.
Pefindo mencatat hingga September 2025 terdapat lima mandat penerbitan surat utang dari sektor perbankan dengan total nilai sekitar Rp11,7 triliun. “Artinya minat penerbitan dari sisi perbankan masih relatif tinggi,” ujar Kepala Divisi Riset Ekonomi Pefindo, Suhindarto.
Ia menambahkan, untuk tahun depan, sektor perbankan diperkirakan tetap menempati posisi lima besar penerbit surat utang terbesar. Berdasarkan data jatuh tempo, kebutuhan refinancing perbankan pada 2026 mencapai Rp17,58 triliun atau sekitar 12 persen dari total jatuh tempo nasional.
“Total surat utang yang jatuh tempo tahun depan bisa mencapai Rp156 hingga Rp160 triliun, sehingga penerbitan dari sektor perbankan masih akan stabil,” kata Suhindarto.