REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian berharap Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) yang dimulai 10 Juni 2025 lebih baik dari sebelumnya yang melalui Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Pasalnya, kata dia, di beberapa daerah pihaknya masih menerima laporan adanya berbagai persoalan, termasuk soal daya dukung dan kuota sekolah.
"Mudah-mudahan pelaksanaan SPMB tahun 2025 ini bisa lebih baik. Kita tahu di beberapa daerah masih ada permasalahan soal daya dukung sekolah dan lainnya. Mudah-mudahan tidak banyak kegaduhan ataupun keresahan di masyarakat ya terhadap hasilnya," kata Hetifah di Kampus UPI Bandung, Senin (9/6/2025).
Terlebih, kata dia, dengan hadirnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mewajibkan untuk adanya penjaminan pendidikan bagi seluruh warga negara, sehingga lembaga swasta pun akan termasuk di dalamnya.
Karenanya, dia mengungkapkan ada kemungkinan ke depan dilakukan integrasi pelaksanaan SPMB untuk sekolah negeri dan swasta, guna memastikan pendidikan dapat diakses oleh seluruh warga negara.
"Ke depan ada kemungkinan kita satukan SPMB antara negeri dan swasta, agar negara juga lebih jelas dalam mendukung sekolah-sekolah swasta. Sehingga anak-anak yang tidak diterima di negeri tetap bisa sekolah di swasta yang kualitasnya sepadan dan pembiayaannya tidak memberatkan semoga jadi solusi untuk anak-anak kita yang tidak diterima di negeri," ujarnya.
Hetifah menuturkan bahwa Komisi X juga terus mencermati dinamika pasca-keputusan MK terkait sistem pendidikan nasional. Termasuk menyangkut masa pendidikan wajib yang kini diarahkan menjadi 13 tahun, termasuk jenjang SMA/SMK.
"Di undang-undang Sisdiknas yang baru nanti, niatnya adalah menjadikan pendidikan dasar itu 13 tahun. Jadi tidak berhenti sampai SMP. Tapi ini tentu harus dibahas dan dirancang lebih matang," ucapnya.
Adapun terkait instrumen evaluasi seperti asesmen nasional atau seleksi terstandar, Hetifah menilai hal ini sangat positif meski tidak diwajibkan, sebagai alat evaluasi individu siswa.
"Asesmen itu bagus ya, menurut saya. Tapi beda dengan UN. Ini lebih sebagai alat evaluasi hasil belajar individu, bukan sistem pendidikan di sekolah. Jadi tidak menekan, tapi justru bisa memacu semangat belajar siswa. Ini bagus sebagai feedback hasil belajar ya. Saya yakin banyak yang mengikuti karena nanti bisa digunakan untuk pendidikan yang lebih tinggi dalam bentuk prestasi," tuturnya.
sumber : ANTARA