Perbankan Indonesia Berkontribusi pada 12 Persen Pembiayaan Batubara Asia Tenggara

1 day ago 14

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah organisasi yang fokus di transisi energi menemukan pendanaan perbankan Indonesia ke proyek-proyek batu bara di Asia Tenggara meningkat. Institusi keuangan Indonesia bertanggung jawab atas 12 persen dari total pembiayaan proyek batu bara di Asia Tenggara pada 2016-2024 atau setara 3,96 miliar dolar AS.

Pendanaan ini sebagian besar digunakan untuk proyek-proyek pembangkit listrik di Jakarta dan sekitarnya. Temuan ini diungkapkan dalam laporan terbaru Center for Energy, Ecology, and Development (CEED) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil di Asia Tenggara “Southeast Asia Fossil Fuel Divestment Scorecard 2025”.

Laporan ini mengungkapkan total pembiayaan batu bara di Asia Tenggara pada 2016-2024 mencapai 32,48 miliar dolar AS. Indonesia, Filipina, dan Vietnam tercatat sebagai penerima terbesar.

Bank-bank internasional masih menjadi penyokong utama pembiayaan batu bara, meski jumlahnya terus turun seiring peningkatan alokasi dana ke sektor gas. Sebaliknya, kontribusi bank-bank di kawasan, termasuk dari Indonesia, terus naik yang membuat mereka semakin terbuka terhadap risiko kebijakan iklim dan tekanan pasar global.

Di Indonesia, tiga bank BUMN masuk jajaran 10 perbankan yang paling besar mengucurkan pembiayaan untuk proyek batu bara dan gas. Bank Mandiri menduduki peringkat pertama lantaran menjadi bank domestik terbesar yang membiayai PLTU dan terbesar kedua di antara bank regional Asia Tenggara dan internasional.

Dalam laporannya CEED mengungkapkan pada September 2024 lalu Bank Mandiri menyalurkan kredit refinancing senilai 1,27 miliar dolar AS untuk PLTU Sumsel-8 di Sumatera Selatan. Selain itu, Bank Mandiri belum memiliki kebijakan eksplisit terkait penghentian pembiayaan batu bara, meski menyatakan akan mengikuti target pemerintah yang menetapkan penghentian batu bara pada 2040.

Dua bank BUMN lainnya, Bank Negara Indonesia (BNI) dan Bank Rakyat Indonesia (BRI), menduduki peringkat ke-7 dan ke-8. Kedua bank memperoleh skor keberlanjutan rendah akibat ketiadaan kebijakan divestasi serta komitmen terbatas terhadap pembiayaan energi bersih.

“Bank masih membiayai krisis iklim sambil meremehkan dampaknya terhadap risiko keuangan dan mengancam kualitas hidup masyarakat. Scorecard ini merupakan bentuk penilaian praktik buruk lembaga keuangan, dan kami akan terus memantau serta melaporkannya kepada publik. Mereka perlu berubah sebelum terlambat,” kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira Adhinegara seperti dikutip dari siaran pers Global Strategic Communications Council, Selasa (3/6/2025).

Laporan ini mendesak bank-bank di Asia Tenggara, termasuk Bank Mandiri dan bank domestik Indonesia lainnya, menetapkan target terukur dan tenggat waktu jangka pendek, menengah, dan panjang untuk menghentikan seluruh pendanaan terhadap batu bara, minyak, dan gas fosil. Mereka juga didorong untuk menutup celah kebijakan pembiayaan, seperti penjaminan atau penjualan sekuritas yang mendukung proyek atau perusahaan batu bara, serta memastikan anak perusahaan juga mematuhi kebijakan ini.

Kemudian, bank yang terlibat dalam mekanisme pensiun dini PLTU, harus mengadopsi 10 Prinsip Panduan Pembiayaan untuk memastikan prioritas pada energi terbarukan, serta menghindari solusi palsu seperti co-firing amonia atau penangkapan karbon. Bank domestik di Indonesia dan Asia Tenggara juga harus menyelaraskan kebijakan pembiayaan untuk mendukung transisi energi yang adil dan cepat sesuai target Paris 1,5 derajat Celsius.

“Lembaga-lembaga keuangan, baik internasional maupun domestik, harus menghentikan investasi bahan bakar fosil baru dan mengalihkan pendanaan ke energi terbarukan pada skala yang dituntut oleh krisis iklim," kata Direktur Eksekutif Center for Energy, Ecology and Development (CEED) dan Konvenor Energy Shift Southeast Asia Gerry Arances.

Arances menambahkan jika pendanaan pada proyek-proyek bahan bakar fosil seperti batubara terus dilakukan maka kawasan akan terjebak pada siklus bencana yang terus meningkat dan kerusakan lingkungan yang tidak dapat dipulihkan. Ia mendesak ambisi ASEAN harus diimbangi dengan tindakan nyata.

Read Entire Article
Politics | | | |