Pertumbuhan Kredit Perbankan Melambat, OJK Soroti Dampak Global

21 hours ago 4

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tren pertumbuhan kredit perbankan terus mengalami penurunan hingga menyentuh angka 8 persen. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerangkan, tren perlambatan pertumbuhan kredit perbankan terjadi seiring dengan kondisi ketidakpastian ekonomi global dan berlanjutnya eskalasi geopolitik.

“Tingginya ketidakpastian global yang antara lain disebabkan lambannya laju penurunan suku bunga acuan, khususnya fed fund rate/suku bunga acuan bank sentral AS, eskalasi trade war melalui kebijakan pengenaan tarif impor oleh AS, serta dinamika konflik geopolitik yang masih terjadi di beberapa kawasan, memang sedikit banyak telah memengaruhi ekonomi global maupun domestik,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangannya, dikutip Jumat (13/6/2025).

Diketahui, kinerja penyaluran kredit nasional pada April 2025 tumbuh 8,88 persen (year on year/yoy) menjadi sebesar Rp 7.960,94 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya (Maret 2025) yang tumbuh 9,16 persen (yoy). Angka pertumbuhan kredit perbankan meninggalkan posisi double digit, yang mana pada Februari 2025 angkanya tumbuh sebesar 10,30 persen (yoy).

“Hingga akhir-akhir ini, salah satu dampak yang terlihat adalah kecenderungan para investor untuk mengalihkan investasi ke aset yang dianggap lebih aman (safe haven asset) atau investasi di sektor yang dinilai telah stabil meskipun dengan imbal hasil yang tidak terlalu tinggi,” ujar Dian.

Dian menuturkan, di tengah dinamika global tersebut, kinerja penyaluran kredit nasional terbilang cukup positif meskipun mengalami perlambatan. Tercatat, risiko kredit perbankan dinilai tetap terjaga dengan baik, tecermin dari rasio NPL/kredit macet di bawah 3 persen, serta tren coverage pencadangan CKPN (cadangan kerugian penurunan nilai) yang relatif stabil. Di sisi lain, kondisi likuiditas perbankan juga dinilai masih cukup terjaga.

“Kondisi demikian mengindikasikan bahwa pada dasarnya perbankan masih memiliki ruang untuk melanjutkan penyaluran kredit,” ungkapnya.

Ia menilai, optimisme proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih cukup baik, antara lain percepatan belanja dan stimulus ekonomi pemerintah, diharapkan dapat menarik minat investasi ke domestik dan meningkatkan permintaan kredit.

“OJK menilai bahwa meskipun pertumbuhan DPK (dana pihak ketiga) dan kredit sama-sama mengalami perlambatan, kebutuhan kredit usaha tetap lebih tinggi dibandingkan keinginan masyarakat untuk menyimpan dana di bank,” tuturnya.

Dian melanjutkan, untuk mengukur ketahanan bank dalam menghadapi berbagai potensi shocks makroekonomi, OJK secara rutin melakukan stress test guna mengevaluasi ketahanan perbankan Indonesia. Di sisi lain, bank juga melakukan stress test secara mandiri, baik menggunakan skenario dan asumsi sendiri maupun yang disiapkan oleh otoritas.

“Baik hasil stress test OJK maupun hasil stress test mandiri oleh perbankan menunjukkan bahwa tingkat permodalan perbankan saat ini masih sangat memadai untuk menghadapi risiko yang disebabkan oleh perubahan signifikan dalam kondisi makroekonomi Indonesia, antara lain perlambatan pertumbuhan ekonomi, perubahan nilai tukar, maupun penurunan nilai surat-surat berharga,” terangnya.

Read Entire Article
Politics | | | |