REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengakui tantangan utama pengembangan gas bumi nasional terletak pada konektivitas infrastruktur yang menghubungkan pasokan dengan permintaan. PGN menilai pemanfaatan gas bumi tidak cukup ditopang oleh ketersediaan sumber daya dan kebutuhan pasar, tetapi juga memerlukan jaringan penyaluran yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Subholding Gas Pertamina itu menempatkan isu konektivitas sebagai kunci dalam mendukung agenda kemandirian dan transisi energi nasional. Sejalan dengan kerangka Asta Cita Presiden, gas bumi diposisikan sebagai energi transisi strategis yang menjaga keandalan pasokan sekaligus menekan intensitas emisi, selaras dengan arah pembangunan ekonomi hijau dan target Net Zero Emission 2060.
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Mirza Mahendra mengatakan, pemanfaatan gas bumi menuntut keterpaduan tiga aspek utama. “Kalau kita bicara gas bumi, tidak hanya soal supply dan demand, tetapi supply, konektivitas dari supply ke demand atau infrastruktur, serta demand,” kata Mirza dalam diskusi Indef di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Ia menegaskan, ketiga aspek tersebut harus bergerak seiring agar gas bumi dapat dimanfaatkan secara optimal, efektif, dan efisien. Ketimpangan pada salah satu unsur berpotensi membuat pasokan tidak terserap atau permintaan tidak terpenuhi, meskipun sumber daya tersedia.
PGN mencatat tantangan konektivitas semakin kompleks seiring pergeseran sumber gas. Produksi gas yang sebelumnya dominan di wilayah darat Sumatera Selatan dan Jawa Barat kini bergeser ke wilayah timur Indonesia dan area lepas pantai. Kondisi ini meningkatkan kebutuhan teknologi dan biaya produksi, sekaligus menuntut solusi infrastruktur yang lebih adaptif.
Mirza menyoroti karakter geografis Indonesia sebagai negara kepulauan yang turut memperberat tantangan penyaluran gas. “Indonesia, kalau garis pantainya ditarik lurus, itu setara dengan Amerika. Bedanya, Amerika daratan, Indonesia kepulauan,” ujarnya.
Menurut dia, perbedaan tersebut menuntut pendekatan distribusi gas yang berbeda dan lebih fleksibel. Untuk menjawab tantangan itu, PGN mendorong perencanaan rantai pasok secara menyeluruh melalui integrasi jaringan yang saling terkoneksi. Perseroan mengoptimalkan penyaluran gas melalui sistem grid dengan berbagai sumber pasokan serta melakukan agregasi untuk memaksimalkan infrastruktur yang telah terbangun.
Strategi ini dijalankan melalui tiga pilar bisnis PGN, yakni Grow, Adapt, dan Step Out. Pilar Grow diarahkan pada penguatan infrastruktur distribusi dan regasifikasi, pembangunan jaringan gas rumah tangga, pengembangan LPG processing plant, hingga gasifikasi batu bara menjadi synthetic natural gas. Pilar Adapt difokuskan pada pengembangan LNG bunkering, LNG filling station, mikro LNG, serta rencana pengembangan LNG hub di Arun. Pilar Step Out menargetkan pengembangan bisnis rendah karbon seperti biometan, hidrogen, dan amonia, serta dukungan infrastruktur transportasi karbon untuk CCS dan CCUS.
Dalam implementasinya, PGN menuntaskan integrasi jaringan pipa di Indonesia bagian barat dengan menyisakan dua ruas strategis agar konektivitas gas dari Aceh hingga Jawa Timur dapat terwujud. Untuk wilayah tengah dan timur Indonesia, perseroan mengandalkan skema beyond pipeline melalui distribusi LNG dan CNG yang dinilai lebih ekonomis bagi kawasan kepulauan dan pusat-pusat industri baru.
PGN menilai integrasi infrastruktur dan agregasi gas bumi akan menekan biaya midstream serta mendorong harga gas menjadi lebih kompetitif. Pendekatan ini diharapkan memperluas pemanfaatan gas bumi nasional, memperkuat daya saing industri, dan memastikan transisi energi berjalan secara berkelanjutan.

2 hours ago
3












































