REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman belum berencana melakukan ekspor beras ke negara lain, meski sudah dizinkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Menurut Amran, saat ini fokusnya adalah memperkuat stok dalam negeri.
Di berbagai kesempatan, Mentan menegaskan, kondisi beras sedang surplus. Itu menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS). Lalu selama panen raya, perkiraan hasil melimpah, melebihi konsumsi nasional.
Amran lantas melaporkan hal itu ke pimpinan tertinggi. Prabowo merespon. Kepala negara mempersilahkan, jika Kementan hendak melepas beras ke pihak luar yang membutuhkan. "Kita upayakan dulu, stok kita perkuat," kata Mentan saat bertemu awak media di kantornya, dikutip Ahad (27/4/2024).
Amran tidak dalam konteks membantah arahan Presiden. Namun sebagai Menteri Pertanian, Ia bertanggung jawab atas kebutuhan beras dalam negeri terlebih dahulu. Ia enggan terburu-buru mengambil keputusan.
Pasalnya di masa depan, segala sesuatu bisa terjadi. Itu termasuk iklim yang tak bersahabat. Sehingga berpotensi menurunkan produktivitas.
"Yang penting, kitanya dulu cukup, di dalam negeri. Bila perlu, kita siapkan agar lebih dari cukup. Kenapa? iklim tidak bersahabat, kita harus mengantisipasi hal terburuk. Jangan sampai seperti Jepang, Malaysia, dan Filipina," ujar Amran.
Mentan menjelaskan, stok cadangan beras pemerintah (CBP) saat ini telah mencapai 3,18 juta ton. Menurut dia, jumlah demikian, salah satu yang tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Ia berpendapat, capaian ini tak pernah terjadi selama 23 tahun terakhir. "Bahkan bisa jadi itu selama merdeka,” kata Amran.
Ia menerangkan, sesuai BPS produksi beras nasional juga mengalami lompatan besar. Pada periode Januari–April 2025 peningkatannya bisa sekitar 62 persen. Lalu hingga hingga April 2025, produksi gabah nasional mencapai 13,9 juta ton. Sementara konsumsi beras domestik tercatat 10,7 juta ton. Hal ini menunjukkan terjadi surplus.
Amran optimistis produksi nasional tahun ini mencapai 34 juta ton. Angka demikian di atas target. Negara menargetkan produksi nasional sekitar 32 juta ton. Berbagai statistik di atas menjadi dasar munculnya wacana Indonesia bakal mengekspor beras saat ini.
"Saya dapat laporan dari Menteri Pertanian, Menko Pangan, berapa negara minta agar kita kirim beras ke mereka, saya izinkan dan saya perintahkan kirim beras ke mereka," ucap Prabowo dalam sambutannya pada agenda Peluncuran Program Gerakan Indonesia Menanam (Gerina).
Presiden menegaskan Indonesia harus membuktikan dapat membantu bangsa lain.Bukan bangsa yang suka meminta-minta. Atas nama kemanusiaan, ia mendorong jajarannya tidak mencari untung besar dari ekspor beras. Menurutnya yang paling penting, ongkos produksi, angkutan, dan administrasi bisa balik modal.
Beberapa hari lalu, Menteri Pertanian dan Keterjaminan Makanan Malayisia, Datuk Seri Mohammad Bin Sabu mendatangi kantor Kementan Republik Indonesia (RI). Negeri jiran sedang mengalami periode penuh tantangan terkait pemenuhan kebutuhan beras domestik.
Datuk mengatakan produksi beras di negaranya jauh dibawah Indonesia. Indeks pertanaman padi di Malaysia juga masih kecil. Sehingga pemerintah tetangga banyak bergantung pada impor untuk memberi makan penduduknya.
Itu membuat harga beras di sana melambung tinggi. Pertanyaannya, apakah Malaysia juga akan membeli beras dari Indonesia? Datuk Seri tak memberikan jawaban pasti. Pasalnya, tujuan utama kedatangannya adalah mempelajari apa yang dilakukan Indonesia, sehingga produksi meningkat.
"Sekarang ini belum, tapi kita akan bincangkan (potensi impor beras dari Indonesia). Kita banyak impor dari sini, kelapa, sayuran, termasuk ikan, dan sebagainya. Tapi beras ini kami ingin lebih tumpu kepada teknologi yang dilihat di Indonesia," kata Mentan Malaysia itu, dalam konferensi pers di Kantor Pusat Kementerian Pertanian RI, di Jakarta, Selasa (22/4/2025).
Ia fokus pada pembelajaran teknologi pertanian modern di Indonesia. Menurutnya, hasilnya sudah terlihat. Ada peningkatan produksi di lapangan.
Datuk menilai Indonesia memasuki masa kejayaan dalam hal produktivitas beras. Jauh lebih unggul dibandingkan negaranya. Padahal model tanah, cuaca, dan sebagainya, relatif sama. "Muka bumi kita sama, taburan hujan lebih kurang sama. Tentu teknologi ini perlu dipelajari," ujarnya.
Menteri Datuk menerangkan, melalui pertemuan ini, diketahui kunci dari peningkatan produksi beras Indonesia adalah modernisasi pertanian dengan suatu penerapan teknologi yang tepat. Penggunaan teknologi pertanian yang efektif, mampu mendorong peningkatan produksi pangan. Untuk itu, Indonesia-Malaysia akan melakukan pertukaran teknologi dan pengetahuan. Hal itu bisa memberikan manfaat besar bagi kedua belah pihak.