REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Semua makhluk mempunyai jatah rezeki dari Allah SWT. Macam-macam bentuknya. Ada yang berupa makanan, minuman, harta, kebahagiaan, perlakuan baik, nikmat yang membuat hati kita terenyuh, dan segala baikan yang kita dapatkan.
Karena itu, tak selamanya rezeki itu harta. Bukan sekadar uang, rumah mewah, perhiasan, permata, surat berharga, atau segala harta gono-gini. Ada bentuk rezeki yang abstrak, seperti perlakuan baik orang lain kepada kita, keselamatan ketika menumpangi kendaraan, padahal kita seharusnya menumpangi kendaraan yang berangkat lebih dahulu, dan ternyata mengalami kecelakaan. Masya Allah ....
Melalui firman-Nya, Allah berfirman ratusan kali tentang rezeki agar menjadi perhatian bersama. Ada 123 ayat Alquran menyebut istilah tersebut. Sebanyak 61 di antaranya berbentuk kata kerja.
Misalnya, "Wa kuluu mimmaa razaqakumullah halaalan thayyibaa." Artinya, dan makanlah apa-apa yang direzekikan kepadamu yang halal dan baik (al-Maidah:88). Sisanya 62 ayat menyebut rezeki dalam bentuk kata benda. Contohnya, "Kuluu wasyrabuu min rizqillah". Artinya makan dan minumlah dari rezeki Allah (al-Baqarah: 60).
Baik dicari atau tidak, kalau sudah waktunya datang, maka rezeki itu akan tiba kepada kita. Kitab Mawaizh Ushfuriyah memuat kisah sufi agung Ibrahim bin Adham (718-782). Saat menunggangi kuda, dia menyaksikan seekor burung mengambil potongan roti dengan paruhnya. Kemudian terbang menuju dataran tinggi. Tak hanya sekali, burung itu melakukan hal sama berkali-kali.
Ibrahim kala itu penasaran dengan kelakuan si makhluk bersayap. Ketika burung itu mengepakkan sayap dan terbang, Ibrahim memacu kudanya mengikuti ke mana dia membelah langit. Ternyata menuju area perbukitan. Ibrahim terus mengarahkan kudanya ke sana.
Ketika sampai di dataran tinggi, burung itu mendarat. Ibrahim menjaga jarak, lalu turun dari kuda dan melangkahkan kaki perlahan, sampai dia melihat si burung yang berjalan mendekati seseorang yang terbaring. Dengan paruhnya yang kecil, si burung menyuap potongan roti tadi ke mulut orang yang terkulai tak berdaya.
Orang itu adalah musafir yang dirampok sehingga perbekalannya habis, tapi dia tetap hidup dalam keterbatasannya, karena Allah terus memberikan rezeki kepadanya.
Kisah ini adalah bukti bahwa setiap makhluk pasti mendapatkan rezeki. Tak perlu tergesa-gesa, apalagi ngoyo mencari rezeki, seakan rezeki itu terbatas. Sekali lagi, bukan begitu caranya. Pasrahkan saja kepada Allah. Rezeki akan datang.
Imam Hasan al-Bashri (641-728) berkata, Allah memilihkan dan memberikan rezeki yang baik kepada hamba, tapi orang tersebut terkadang tak mengetahui hal itu karena ia bodoh.
Maksud ungkapan ini adalah, ada saja orang yang tak menyadari rezeki yang sampai kepadanya adalah pilihan yang terbaik. Orang seperti itu merasa kurang dan berangan-angan, seharusnya mendapatkan yang lebih. Selalu meminta yang banyak, rakus, jauh dari qanaah. Kasihan orang seperti ini. Yang seharusnya dia mendapatkan berkah sehingga bersyukur dan berkecukupan, malah menjadi kurang dan berujung pada kufur nikmat. Naudzubillah.