Rupiah Melemah Tipis, Ini Sentimen Pemicunya

1 day ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar AS bergerak di kisaran Rp 16.250—Rp 16.300 per dolar AS. Volatilitas mata uang Garuda terjadi seiring dengan dinamika ketidakpastian perdagangan Amerika Serikat (AS), kondisi geopolitik, serta ekspektasi pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

Mengutip Bloomberg, rupiah melemah 9,50 poin atau 0,06 persen menuju Rp 16.296 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (27/5/2025). Pada perdagangan sebelumnya, rupiah berada di level Rp 16.286 per dolar AS.

“Ketidakpastian atas perdagangan AS dan kesehatan fiskal, dengan fokus pada lebih banyak kesepakatan perdagangan AS dan kemajuan RUU pemotongan pajak yang memecah belah yang didukung oleh Trump. Trump selama akhir pekan mengatakan dia akan menunda rencana untuk mengenakan tarif perdagangan 50 persen pada UE hingga awal Juli,” kata pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya, Rabu (27/5/2025).

Ibrahim menuturkan, Juli juga merupakan waktu tarif timbal balik Trump terhadap sejumlah ekonomi utama akan mulai berlaku. Meskipun perubahan haluannya baru-baru ini pada tarif UE memicu harapan bahwa presiden AS tidak akan memenuhi ancaman tarif lainnya.

“Data kepercayaan konsumen AS yang kuat juga meningkatkan risiko dan meredam kekhawatiran atas ekonomi AS. Fokus sekarang adalah pada isyarat lebih lanjut mengenai ekonomi AS dalam beberapa hari mendatang, dari sejumlah pembicara Federal Reserve, serta risalah rapat terakhir Fed yang akan dirilis pada hari Rabu,” terangnya.

Ibrahim melanjutkan, sentimen eksternal lainnya yakni mengenai kondisi geopolitik. Presiden AS Donald Trump diketahui mengatakan, Presiden Rusia Vladimir Putin ‘bermain api’, dan Trump sedang mempertimbangkan sanksi baru terhadap Rusia. Hal tersebut dinilai dapat membahayakan aliran energi Rusia dan mengganggu pasokan minyak global.

“Selain itu, AS dan Iran mengakhiri putaran kelima perundingan nuklir mereka pada hari Selasa, yang hanya mengalami kemajuan terbatas, dan ketidaksepakatan mengenai pengayaan uranium tetap menjadi pokok perdebatan. Jika mereka tidak dapat mencapai kesepakatan, AS dapat menekan ekspor Iran lebih lanjut, sehingga menekan pasokan,” jelasnya.

Sentimen Dalam Negeri

Adapun sentimen dari dalam negeri, Ibrahim menuturkan mengenai ekspektasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung pesimistis. Berdasarkan prediksi, tidak mudah bagi Indonesia untuk meraih pertumbuhan ekonomi menyentuh angka 5 persen pada akhir tahun ini.

“Indonesia diprediksi akan kesulitan mencapai target pertumbuhan ekonomi 5 persen pada kuartal II 2025, seiring dengan gelontoran stimulus yang lebih menyasar masyarakat kelas bawah. Enam paket stimulus pemerintah di kuartal II 2025 yang mayoritas menyasar masyarakat kelas bawah merupakan respons atas tekanan daya beli dan risiko kemiskinan yang kembali meningkat,” ungkapnya.

Ibrahim menyebut, fokus ke masyarakat kelas bawah memang penting dalam menjaga stabilitas sosial dan menjamin akses kebutuhan dasar. Namun, masyarakat kelas menengah berkontribusi sebesar lebih dari 50 persen terhadap total konsumsi nasional berdasarkan distribusi pendapatan.

Minimnya stimulus untuk masyarakat kelas menengah dinilai bukan sekadar kehilangan peluang pertumbuhan, tetapi justru menambah risiko perlambatan ekonomi. Masyarakat kelas menengah adalah tulang punggung konsumsi domestik. Jumlah masyarakat kelas menengah cukup besar, yang akan menjadi penggerak utama berbagai sektor perekonomian.

“Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi sesuai target akan sulit dicapai tanpa intervensi kebijakan yang secara spesifik menyasar kelas menengah dengan jumlah dan durasi yang sesuai, misalnya lewat bantuan sosial tunai atau subsidi. Apalagi, ekonomi domestik masih menghadapi tekanan global dan pelemahan ekspor, sehingga ketergantungan pada konsumsi domestik semakin besar,” jelasnya.

Seiring dengan hal tersebut, lanjutnya, pemerintah harus menyusun strategi pemulihan ekonomi yang lebih seimbang. Perlindungan bagi masyarakat bawah memang krusial, tetapi pemerintah juga tidak bisa mengabaikan potensi kelas menengah sebagai motor pertumbuhan.

Berdasarkan berbagai sentimen yang ada, baik eksternal maupun internal, Ibrahim memprediksi pergerakan rupiah akan menguat pada perdagangan selanjutnya.

“Untuk perdagangan Jumat, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp 16.240—Rp 16.300 per dolar AS,” tutupnya.

Read Entire Article
Politics | | | |