Skema Bantuan AS-Israel di Gaza Terus Makan Korban

1 day ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA – Korban jiwa akibat mekanisme bantuan AS-Israel di Jalur Gaza terus bertambah. Hal ini menguatkan prediksi badan bantuan internasional bahwa skema itu berbahaya dan merupakan bagian dari penggunaan kelaparan sebagai senjata oleh Israel dengan dukungan Amerika Serikat.

Hingga Ahad, korban jiwa akibat insiden-insiden di pusat bantuan Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF) yang didirikan AS-Israel telah meningkat menjadi 17 orang. Sementara 86 lainnya terluka, dan lima orang dilaporkan hilang, Kementerian Kesehatan di Jalur Gaza mengumumkan dalam sebuah pernyataan di X.

Kementerian merinci bahwa satu orang menjadi syuhada pada Kamis dan lima orang lainnya pada hari Jumat, di wilayah yang ditunjuk oleh "Israel" dan AS untuk distribusi bantuan. Dilaporkan juga bahwa lima orang masih hilang di pusat distribusi bantuan Rafah di Jalur Gaza selatan.

Kekacauan kembali terjadi pada Kamis ketika puluhan ribu warga Palestina yang putus asa di Jalur Gaza mencoba mengumpulkan makanan dari tempat distribusi GHF. Beberapa saksi mata melaporkan pasukan Israel melepaskan tembakan untuk mengendalikan massa.

Di Gaza tengah, video Associated Press menunjukkan bom asap melayang di udara di sekitar pusat distribusi, dan suara tembakan terdengar ketika sebuah tank Israel bergerak di dekatnya. Para saksi mata mengatakan bahwa pasukan Israel menembakkan proyektil untuk membersihkan kerumunan besar warga Palestina setelah pusat tersebut kehabisan pasokan pada Kamis.

“Saya datang untuk mengambil sekarung tepung… kaleng sarden atau apa pun,” kata Mahmoud Ismael, seorang pria yang menggunakan tongkat karena cedera kaki sebelumnya, mengatakan bahwa dia berjalan bermil-mil untuk mencapai pusat tersebut, namun kemudian pergi dengan tangan kosong. “Tidak ada makanan di rumah saya, dan saya tidak bisa mendapatkan makanan untuk anak-anak saya,” katanya.

Sejak 27 Mei, pendudukan Israel telah melaksanakan apa yang mereka sebut sebagai "rencana distribusi bantuan kemanusiaan" melalui apa yang disebut Yayasan Kemanusiaan Gaza, sebuah badan yang didukung oleh Israel dan Amerika Serikat, ditolak oleh PBB, dan tidak berada di bawah pengawasan organisasi kemanusiaan internasional. Distribusi bantuan melalui mekanisme ini dilakukan di apa yang disebut “zona penyangga” di Gaza selatan, jauh dari wilayah utara yang terkepung.

Radio Tentara Israel sebelumnya mengakui rencana itu dimaksudkan untuk mempercepat evakuasi warga dari Gaza utara dengan membatasi bantuan hanya di empat titik distribusi di selatan.

Pemerintah Gaza dan beberapa organisasi hak asasi manusia mengecam rencana tersebut sebagai awal dari pemindahan paksa warga Palestina, sejalan dengan usulan Presiden AS Donald Trump, yang secara terbuka dinyatakan oleh Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai tujuan perang saat ini.

Aljazirah mewawancarai warga Gaza yang menyatakan bantuan terbatas yang diberikan oleh GHF jauh dari apa yang mereka perlukan untuk bertahan hidup di bawah blokade Israel. “Kami pergi ke zona ini dan keluar dengan tangan kosong,” kata warga Layla al-Masri tentang titik distribusi baru. "Apa yang mereka katakan tentang keinginan mereka untuk memberi makan warga Gaza adalah kebohongan. Mereka tidak memberi makan atau memberi mereka minuman apa pun."

Pengungsi Palestina lainnya, Abdel Qader Rabie, mengatakan orang-orang di seluruh wilayah yang terkepung tidak punya apa-apa lagi untuk memberi makan keluarga mereka. "Tidak ada tepung, tidak ada makanan, tidak ada roti. Kami tidak punya apa-apa di rumah," katanya.

Rabie mengatakan, ketika badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) akan menyalurkan bantuan, ia akan mendapat pesan untuk pergi mengambil perbekalan dengan tertib. Kini, katanya, setiap kali ia mencoba mendapatkan sekotak bantuan di GHF, ia dikerumuni ratusan orang lain yang berusaha mendapatkannya. “Kalau kuat, dapat bantuan, kalau tidak kuat, pulang dengan tangan kosong,” tambah Rabie.

Lindsey Hutchison dari Plan International mengatakan organisasi kemanusiaan dan PBB memperingatkan skema distribusi bantuan pemerintah Israel yang saat ini diterapkan di Gaza sama sekali tidak efektif. "Kami melihat kekacauan dan keputusasaan di lokasi distribusi, yang sejujurnya menyamar sebagai skema bantuan kemanusiaan. Bukan itu yang terjadi," katanya kepada Aljazirah.

“Minggu ini, kita telah melihat kehancuran terus-menerus di Jalur Gaza dan kelaparan penduduk karena blokade Israel masih berlangsung,” tegas Hutchison. Dia mengatakan skema yang ada saat ini adalah “militerisasi bantuan kemanusiaan”, dan menambahkan bahwa skema tersebut tidak berhasil.

“Skema Israel untuk mendistribusikan pasokan terbatas telah dikecam oleh Plan [Internasional] serta PBB dan pihak lain di sektor kemanusiaan karena melanggar prinsip-prinsip inti kemanusiaan yang wajib kita patuhi,” katanya. Hal-hal tersebut adalah “kemanusiaan, netralitas, ketidakberpihakan, dan kemandirian”, kata Hutchison.

“Memiliki kendali militer terhadap bantuan dan memilih kepada siapa mereka mendistribusikannya secara terbatas merupakan pelanggaran terhadap cara operasi kemanusiaan seharusnya dilakukan.”

Read Entire Article
Politics | | | |