Tarif Ekspor RI ke AS 19 Persen, Kadin Desak Modernisasi Industri

6 hours ago 5

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat menjadi 19 persen dinilai sebagai angin segar bagi dunia usaha nasional. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Anindya Bakrie, menegaskan bahwa peluang ini harus dimanfaatkan secara optimal melalui deregulasi dan peningkatan daya saing industri.

"Tarif 19 persen itu akan berlaku setelah didetailkan. Tapi paling tidak sejak 2 Agustus sudah bisa dianggap ada 10 persen sebagai base case-nya. Menurut saya, ini sudah pasti berdampak positif," kata Anindya kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/7/2025).

Anindya, yang menjabat sebagai Ketua Umum Kadin Indonesia periode 2024–2029, menyebut penurunan tarif akan membuat sejumlah produk ekspor unggulan Indonesia seperti tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, dan furnitur menjadi lebih kompetitif di pasar AS. Namun, ia mengingatkan bahwa keunggulan tarif perlu diimbangi dengan efisiensi biaya lainnya.

"Vietnam adalah saingan utama kita. Mereka hanya unggul satu persen di atas kita. Artinya, biaya logistik, tenaga kerja, dan energi juga harus lebih kompetitif ke depannya," ujarnya.

Salah satu langkah mendesak yang disorot Anindya adalah deregulasi dan percepatan modernisasi industri. Ia menyebut pemerintah telah menyiapkan skema kredit sebesar Rp 20 triliun untuk modernisasi fasilitas produksi dan pabrik, namun realisasinya masih sangat rendah.

"Pemerintah punya paket kredit Rp 20 triliun yang sudah diluncurkan beberapa waktu lalu, tapi penggunaannya masih sangat kecil. Ini khusus untuk modernisasi fasilitas pabrik atau produksi," ucap Anindya.

Skema ini ditujukan untuk sektor ekspor bernilai tambah yang dinilai mampu mendorong kapasitas industri nasional di tengah maraknya relokasi investasi global ke Indonesia. "Apalagi saat ini banyak perusahaan asing, terutama dari Tiongkok, ingin relokasi ke Indonesia. Karena masih baru, tentu cost of production-nya akan tinggi," jelasnya.

Selain soal relokasi industri, Anindya juga menyoroti potensi peningkatan investasi dari Amerika Serikat sebagai dampak lanjutan dari penurunan tarif. Nilai perdagangan kedua negara yang saat ini berada di kisaran 40 miliar dolar AS diyakini dapat meningkat dua kali lipat dalam lima tahun.

"Saya yakin nilai trade antara Indonesia dan Amerika yang sekarang sekitar 40 miliar dolar AS bisa double dalam lima tahun ke depan. Itu prediksi kami," ucapnya.

Ia menegaskan tidak ada pembatasan investasi dari negara tertentu, termasuk Tiongkok. Indonesia, kata Anindya, terbuka terhadap seluruh mitra strategis. "Tidak ada kewajiban harus dari AS, atau larangan terhadap Tiongkok. Kita ini negara bebas aktif, siapa pun bisa masuk," tegasnya.

Produk yang paling berpotensi menyerap relokasi industri dari China ke Indonesia antara lain garmen, elektronik, furnitur, serta besi dan produk hilir mineral kritis seperti nikel dan tembaga. "Bukan hanya China, tapi AS juga mungkin akan masuk. Indonesia adalah negara yang memberi keuntungan baik bagi AS maupun Tiongkok di bidang mineral kritis," ungkapnya.

Anindya juga menyoroti potensi ekspor energi baru dan terbarukan, termasuk solar panel dan proyek pembangkit energi di desa-desa. Menurutnya, Indonesia masih sangat membutuhkan produk seperti power cell dan solar panel, yang bisa dikembangkan melalui industrialisasi berskala besar.

"Industri Indonesia akan lebih kompetitif jika industrialisasi dilakukan di sini. Tapi industrialisasi bukan sekadar bangun pabrik, tapi harus berbasis teknologi terkini dan punya use case besar agar tercapai economies of scale," paparnya.

Ia menegaskan, fokus utama Kadin saat ini bukan sekadar bertahan di tengah ketidakpastian global, melainkan mendorong peningkatan kapasitas industri secara bertanggung jawab. "Fokus kita sekarang adalah bagaimana meningkatkan kapasitas produksi secara bertanggung jawab," tandasnya.

Sebagai informasi, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Indonesia Prabowo Subianto sebelumnya menyepakati kerja sama dagang yang menurunkan tarif ekspor produk Indonesia menjadi 19 persen. Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga akan meningkatkan impor komoditas asal AS seperti kedelai, kapas, dan minyak mentah. Langkah ini dilakukan untuk menekan defisit perdagangan AS, namun dijanjikan tidak akan mengganggu stabilitas ekonomi domestik.

Read Entire Article
Politics | | | |