Terungkap, Nestapa Mahasiswa PPDS Anestesia Undip

1 day ago 4

Oleh: Kamran Dikarma

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Seluk-beluk kehidupan mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesia Universitas Diponegoro (Undip) yang menjadi dokter residen di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi perlahan terungkap. Sistem senioritas yang memaksa para junior patuh dan tunduk, hingga iuran tak resmi bernilai puluhan juta di luar biaya pendidikan akademik kampus, telah menjadi “kenormalan” dalam pelaksanaan PPDS Anestesia Undip.

Pada sidang lanjutan kasus dugaan perundungan dan pemerasan terhadap almarhumah Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip yang diduga bunuh diri akibat mengalami perundungan dari seniornya, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan dua saksi, yakni seorang alumnus dan seorang mahasiswi PPDS Anestesia Undip. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Semarang pada Rabu (11/5/2025), Zsa Maharani, mahasiswi PPDS Anestesia Undip yang lulus pada Februari 2025 lalu, menceritakan pengalamannya selama menjalani masa pendidikan. 

Zsa merupakan mahasiswi PPDS Anestesia Undip Angkatan 74. Dia mengungkapkan, ketika masuk sebagai mahasiswi pada 2021, terdapat orientasi bersama senior. Dalam orientasi tersebut, selain dijelaskan tentang tugas dan tanggung jawab junior semester I, para senior juga menyampaikan apa yang disebut “pasal anastesi”. “Pasal anestesi itu ada enam: pertama, senior selalu benar; jika senior salah kembali ke pasal satu; hanya ada kata ‘ya’ dan ‘siap’; yang enak hanya untuk senior; jika mengeluh, siapa suruh masuk anestesi,” ucap Zsa ketika menjawab pertanyaan dari JPU.

Selain itu, di PPDS Anestesia Undip diterapkan sistem kasta. Zsa mengatakan, sistem kasta dibagi menjadi tiga, yakni tim merah, kuning, dan hijau. “tim merah terdiri dari semester satu dan dua, kuning semester tiga sampai lima, tim hijau itu semester enam ke atas,” ucapnya.

Zsa mengungkapkan, ada pula istilah untuk melabeli mahasiswa sesuai tingkatannya. Mahasiswa baru atau tingkat satu disebut sebagai “kuntul”, selanjutnya kakak pembimbing atau kambing, middle senior, senior, chief of chief, dewan syuro, hingga DPJP.

Zsa menambahkan, ketika orientasi, dia dan teman-teman seangkatannya juga diberi tahu bahwa salah satu tanggung jawab junior adalah menyiapkan kebutuhan rumah tangga PPDS Anestesia. Di dalamnya termasuk menyediakan makan prolong, yakni makanan untuk para senior dan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang masih bertugas hingga di atas pukul 18:00 WIB. Menurut Zsa, setiap sehari, dia dan teman-teman seangkatannya harus menyediakan lebih dari 80 porsi makan prolong dengan menu seragam.  

Dia mengungkapkan, masing-masing angkatan juga harus membentuk kepengurusan, terdiri dari chief, bendahara, dan divisi-divisi seperti ilmiah, agama, transportasi, serta olahraga. Di angkatannya, Zsa menjabat sebagai bendahara. Zsa mengatakan, divisi-divisi yang dibentuk per angkatan tersebut turut bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan senior.

Dia mencontohkan, divisi transportasi memiliki tugas untuk menyediakan mobil. “Biasanya mobil itu dibutuhkan untuk senior. (Mobil) yang pernah diminta dari saya itu untuk keperluan mengantar beberapa orang untuk mengurus OSCE (Objective Structured Clinical Examination) di Tembalang (lokasi kampus Undip),” ujar Zsa.

Zsa mengatakan, semua pengeluaran untuk kebutuhan para senior tersebut diperoleh dari urunan yang dihimpun menjadi kas angkatan. “Untuk di awal, kami sepakat waktu itu (iurannya) Rp 5 juta. Kemudian setelah dijalani, kami merasa uangnya kurang. Kemudian saya sebagai bendahara ngomong ke grup kalau ini kurang, butuh tambahan lagi,” ucapnya.  Akhirnya Zsa dan teman-teman seangkatannya sepakat mengeluarkan iuran sebesar Rp 10 juta per bulan. “Ini berlangsung selama satu semester,” ujar Zsa.

Zsa mengatakan, selain iuran angkatan, setiap mahasiswa juga harus mengeluarkan biaya operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp80 juta yang bersifat tidak resmi dari kampus. Uang dikumpulkan di bendahara angkatan. “Uang itu untuk jaminan pendidikan kami selama kami sekolah. Jadi untuk membiayai biaya ujian-ujian,” ucapnya.

Misalnya, terdapat satu mahasiswa hendak mengikuti ujian, Zsa selaku bendahara akan mentransfer uang keperluan ujian tersebut kepada Sri Maryani. Sri adalah staf adiministrasi PPDS Anestesia Undip yang menjadi salah satu terdakwa dalam kasus kematian Aulia Risma Lestari. Menurut Zsa, uang BOP yang dikumpulkan angkatannya mencapai lebih dari Rp 300 juta.

Selama menjalani masa pendidikan, selain menjadi bendahara angkatan, Zsa juga ditunjuk sebagai bendahara residen, tepatnya pada Juli 2023 hingga September 2024. “Dokter Taufik,” ujar Zsa ketika ditanya siapa yang menunjuknya sebagai bendahara residen.

Read Entire Article
Politics | | | |