Apresiasi Keputusan Malut United, SOS: PSSI dan LIB Harus Buat Aturan Fee Pemain

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sukses membawa klub mencetak prestasi tak menjamin akan tetap aman posisi seorang pelatih. Imran Nahumarury pelatih dan Yeyen Tumena Direktur Teknik Klub Maluku United harus mendapat surat pemecatan dari manajemen klub.

Imran satu-satunya pelatih lokal yang bertahan semusim, mampu membawa Malut United yang baru promosi ke Liga 1 finish di posisi tiga besar. Ini pencapaian yang luar biasa dari klub yang baru mengarungi musim pertamanya di kasta tertinggi liga sepak bola di Indonesia.

Pemecatan Imran dan Yeyen disampaikan melalui akun Instagram Malut United pada Senin (16/6/2025) lalu. "Surat pemecatan sudah kami kirimkan dan telah mereka terima. Keduanya terbukti melakukan pelanggaran berat yang tak bisa ditolerir karena bertentangan dengan filosofi, prinsip, dan tujuan klub,” kata Dirk Soplanit, Direktur Utama PT Malut Maju Sejahtera, perusahaan yang menaungi Malut United.

Ketika Republika mengkonfirmasi ke Dirk Soplanit untuk minta penjelasan pelanggaran berat yang dimaksud, hingga berita ini tayang belum mendapat respons. Imran dan Yeyen pun sama belum memberi respon, WhatsApp keduanya masih contreng satu dan tak bisa di kontak.

Pendiri Save Our Soccer (SOS) Akmal Marhali, ketika dihubungi menduga pelanggaran berat yang dimaksud adalah adanya fee dari pemain yang didapat oleh Imran dan Yeyen. "Pelanggaran berat berkaitan dengan uang fee pemain, kalau yang saya baca ada pemain yang menyerahkan sejumlah uang kepada mereka berdua."

"Saya selalu pendiri SOS, mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Malut United. Ini pertama kali sebuah klub, mengungkap dan memecat pelatih karena kasus uang fee dari pemain atau agen pemain. Malut United sebelumnya sudah memperingatkan hingga akhirnya mengeluarkan keputusan surat pemecatan," ujar Akmal.

Akmal yang juga pernah menjadi CEO Klub sepak bola Indonesia yakni Tangerang Wolves pada 2010 menceritakan kejadian seperti ini sudah lama terjadi. "Saat saya masih jadi CEO di Tangerang Wolves, ada pemain yang mau kasih uang tetapi saya tolak. Tidak itu saja ada yang mencoba memberikan barang-barang ke anak dan istri, tetapi semua saya tolak."

Praktik ini sudah lama terjadi, lanjut Akmal, "Ini praktik yang sudah lama. Tetapi baru Malut United yang mengungkap ke publik. Saya apresiasi langkah ini. Kalau memang ada pelanggaran hukum bawa saja ke ranah hukum biar jelas. Untuk PSSI dan LIB buatlah aturan mengenai hal ini, karena ini akan merusak ekosistem sepak bola Indonesia."

Menurut Akmal praktik ini sama dengan gratifikasi, uang pelicin, yang nantinya akan menjadi praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). "Sebagai tenaga profesional tidak boleh melakukan ini. Klub akan dirugikan secara finansial, mungkin ini yang membuat Malut United mengambil keputusan. Bagi pemain juga dirugikan, walaupun memang banyak yang ikhlas dalam memberikannya."

"Kalau uang fee untuk agen pemain itu memang diatur yakni maksimal 10 persen, jika pemainnya mendapat kontrak oleh klub, para agen mendapat fee 10 persen maksimal dari nilai kontrak. Tetapi kalau untuk pelatih, manajemen tidak ada aturannya setahu saya," tutupnya. 

Read Entire Article
Politics | | | |