
MAGELANG – Devi Murniati mulai mengenal BPJS Kesehatan sejak tahun 2018. Sejak pertama kali terdaftar sebagai peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), ia sudah merasakan langsung manfaat besar dari program ini. Saat itu, Devi masih bekerja di sebuah perusahaan swasta dan kepesertaannya tercatat sebagai peserta JKN segmen Pekerja Penerima Upah (PPU). Ia secara otomatis terdaftar dalam kelas 2, sesuai ketentuan dari tempat ia bekerja.
“Saya mulai terdaftar sejak bekerja di perusahaan. Waktu itu, kepesertaan saya di BPJS Kesehatan aktif lewat tempat kerja, jadi iurannya langsung dipotong dari gaji setiap bulan,” ungkap ibu rumah tangga dari Dusun Malanggaten, Windusari tersebut, Selasa (15/7/2025).
Pengalaman yang paling membekas bagi Devi adalah ketika ia harus menjalani tindakan kuret di rumah sakit. Saat itu, ia memanfaatkan BPJS Kesehatan sebagai penjamin layanan medisnya. Seluruh proses, mulai dari pemeriksaan awal hingga tindakan medis, berjalan dengan lancar. Yang paling melegakan, seluruh biaya perawatan dan obat-obatan ditanggung sepenuhnya oleh BPJS Kesehatan.
“Saya tidak mengeluarkan biaya sama sekali. Semua ditanggung penuh BPJS Kesehatan, dan itu benar-benar membantu saya secara finansial maupun mental,” tuturnya.
Devi mengisahkan, proses pelayanan yang ia jalani dimulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yakni di klinik tempat ia terdaftar. Setelah pemeriksaan awal dilakukan, dokter kemudian memberikan rujukan ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut karena kondisinya memerlukan penanganan lebih intensif. Seluruh administrasi rujukan dibantu oleh pihak klinik, sehingga Devi tidak merasa terbebani dalam pengurusan dokumen atau alur pelayanan.
“Dari awal sampai akhir, semuanya dibantu oleh klinik. Saya tinggal menjalani prosedurnya saja. Tidak ada kerepotan sama sekali,” ujarnya.
Meski belum pernah menggunakan layanan rawat inap lainnya, Devi menilai kualitas pelayanan yang ia terima sebagai peserta JKN tidak berbeda dengan pasien umum. Selama proses pengobatan, ia merasa dilayani dengan baik, penuh empati, dan tidak dibedakan dalam hal pelayanan. Semua petugas medis tetap memperlakukan pasien dengan profesional.
Perubahan hidup datang saat Devi memutuskan untuk berhenti bekerja pada April 2025. Seiring dengan berakhirnya statusnya sebagai peserta dari perusahaan, ia langsung mengurus perubahan segmen ke peserta mandiri agar tetap bisa menikmati manfaat JKN. Kini, Devi rutin membayar iuran mandiri kelas 3 sebesar Rp35.000 per bulan.
“Begitu keluar kerja, saya langsung urus jadi peserta mandiri. Iurannya pun masih sangat terjangkau dan tidak memberatkan. Sampai saat ini, saya tidak pernah diminta biaya tambahan apa pun di luar iuran itu,” jelasnya.
Sebagai ibu rumah tangga yang mengutamakan perlindungan kesehatan keluarga, Devi juga mengapresiasi berbagai kemudahan layanan yang kini bisa diakses lewat Aplikasi Mobile JKN. Meskipun masih terus belajar memanfaatkan fitur-fiturnya, ia mengaku terbantu karena tidak perlu antre lama atau datang langsung ke kantor BPJS Kesehatan.
“Aplikasi Mobile JKN sangat membantu, terutama kalau mau cek status kepesertaan atau pindah faskes. Saya harap aplikasi ini terus disempurnakan agar makin mudah digunakan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Devi berharap agar masyarakat yang belum memiliki JKN bisa segera mendaftar dan tidak menunda sampai mereka benar-benar sakit. Menurutnya, memiliki jaminan kesehatan bukan hanya soal kesiapan biaya, tetapi juga soal ketenangan pikiran ketika situasi darurat datang tiba-tiba.
“Kesehatan itu bisa berubah kapan saja. Kalau sudah punya BPJS Kesehatan, setidaknya kita tidak panik kalau harus ke rumah sakit. Saya sendiri sudah membuktikan manfaatnya,” kata Devi dengan mantap.