
Republika pada 1 Mei 2004 menurunkan berita utama “Yudhoyono Mulai Dikucilkan”. Ini berita tentang nasib Menko Polkam Susilo Bambang Yudhoyono yang didiamkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri karena Yudhoyono diam-diam mempersiapkan diri hendak maju pada Pilpres 2004. Setelah pemberitaan itu, dunia politik langsung gempar, karena sebagai Megawati yang akan menjadi capres pejawat tak lagi melibatkan Yudhoyono --yang akan menjadi pesaingnya di pilpres-- dalam rapat-rapat kabinet.
Pada Pilpres 2004 putaran pertama, 4 Juli 2004, ada lima pasangan capres-cawapres yang maju. Tak ada pasangan yang memenuhi syarat perolehan suara untuk bisa dilantik sebagai presiden dan wakil presiden, sehingga harus maju ke putaran kedua pada 20 September 2004. Dua pasangan yang maju ke putaran kedua adalah pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla dan Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi. Susilo Bambang Yudhoyono kemudian menjadi presiden, dan hubungan dengan Megawati belum juga pulih. Mereka masih diam-diaman.
Kini, Megawati juga diam-diaman dengan Joko Widodo karena perbedaan dalam pemilihan presiden. Joko Widodo yang dibesarkan PDIP tidak lagi berada di barisan PDIP soal capres-cawapres.
Scroll untuk membaca
Scroll untuk membaca
Diam-diaman juga pernah dilakukan Prabowo Subianto kepada Teddy Kardin. Teddy adalah anggota Wanadri sekaligus geolog lulusan ITB yang dimintai bantuan melatih tentara sebelum dikirim ke Timtim pada 1988. Saat itu Prabowo berpangkat mayor, menjadi komandan Batalion Infanteri 328 Kostrad periode 1987-1991.
Nama Teddy Kardin direkomendasikan oleh Iwan Abdurahman --senior Teddy di Wanadri dan di Geologi ITB-- kepada Prabowo. Iwan sudah terlebih dulu membantu Prabowo melatih tentara dalam urusan jungle survival. Prabowo ingin tentaranya dilatih mengesan jejak dan membuat peta. Yang bisa untuk dua urusan ini adalah Teddy. Sejak saat itu mereka bersahabat, tapi hubungannya turun-naik. Teddy Kadin bercerita, mereka pernah diam-diaman karena suatu masalah ketika Prabowo sudah menjadi komandan Kopassus. Bahkan, saat bertemu di lift di sebuah gedung di Jakarta pun, mereka diam-diaman.
Suatu ketika Teddy berburu dengan sahabat Prabowo dari kesatuan lain. Saat berburu itu, Prabowo menghubungi sahabatnya, komandan kesatuan. Komandan kesatuan itu memberi tahu Prabowo bahwa dirinya sedang berburu bersama Teddy. Prabowo pun menyampaikan pesan agar Teddy menemuinya di Hambalang.
Di hari Teddy ke Hambalang, Prabowo sedang mengadaan pesta. Prabowo izin meninggalkan tamu-tamunya, karena harus menerima sahabat kentalnya, Teddy. Setelah berdua, Prabowo menyerahkan kantong kertas dan meminta maaf atas kesalahannya dan meminta Teddy agar tidak menolak kantong kertas itu. Teddy tak membuka kantong kertas itu, tapi diam-diam ia merabanya, ada tiga gepok uang.
Diam menjadi hal biasa di Indonesia, bahan di Asia, ketika seseorang sedang marah atau kesal, seperti yang dialami oleh Megawati terhadap Yudhoyono dan Prabowo terhadap Teddy Kardin. Menurut Larry A Samovar dkk di buku Communication Beetwen Cultures, diam adalah pesan nonverbal yang menjadi komponen penting dalam komunikasi antarbudaya.
“Dalam lingkungan interpersonal, diam-diaman dapat memberikan jeda dalam interaksi yang sedang berlangsung, yang selama itu para partisipan memiliki waktu untuk berpikir, memeriksa atau menekan emosi, mengodekan respons yang panjang, mengawali alur pemikiran berikutnya, menarik perhatian pada kata-kata tertentu, mengekspresikan berbagai emosi, atau menunjukkan perhatian. Keheningan juga memberikan umpan balik, yang memberi tahu pengirim dan penerima tentang kejelasan sebuah ide atau signifikansinya dalam pertukaran interpersonal secara keseluruhan,” ujar Samovar dan kawan-kawan.
Diam-diaman dalam konteks ini, tak melulu karena kesal atau marah. Bisa juga karena hal lain. Teddy misalnya, seperti yang ia ceritakan kepada saya pada 29 Juni 2025, sering memilih diam saat ia ditanya pendapatnya oleh Prabowo di depan para prajurit sebagai bentuk penghormatan. Namun, ia tak akan menyembunyikan pendapatnya, sehingga ia menyampaikannya ketika sedang berdua dengan Prabowo. Sebab ketika ia menyampaikan ketidaksetujuannya terhadap pandangan Prabowo di depan para prajurit, hal itu akan membuat Prabowo marah, karena martabatnya dijatuhkan di depan anak buah.
Teddy pernah mengalaminya ketika Prabowo memaparkan strategi penyergapan di Timtim kepada anak buahnya. Teddy menilai strategi yang dipaparkan Prabowo akan membahayakan prajurit. Mendapat tanggapan seperti itu, Prabowo meledak-meledak, meminta agar tak ada prajurit yang menjadi pengecut. Prabowo berbicara kepada prajurit, tetapi Teddy merasa isi ucapannya sebagai sindiran untuk dirinya. Hal itu membuat Teddy tidak nyaman. Ia lantas menyatakan akan pulang ke Jakarta karena dianggap pengecut.
Ada waktu jeda bagi Prabowo untuk berpikir ulang. Pada malam harinya, Prabowo menemui Teddy untuk meminta maaf, mengakui strateginya salah, dan meminta Teddy tidak pulang ke Jakarta karena masih diperlukan di Timtim. Teddy pun berada di Timtim tiga bulan lagi.
Terbukti, pengesanan jejak Teddy memang sangat bermanfaat untuk menyergap musuh. Empat bulan pertama kehadiran Teddy banyak membantu kesuksesan Prabowo. Dalam empat bulan itu Prabowo dapat menyita 16 pucuk senjata musuh, sudah melampaui target setahun. Sebelum dibantu Teddy dan tujuh orang Dayak, Prabowo hanya dapat empat pucuk senjata dalam empat bulan. Dalam setahun, Prabowo menyita sekitar 100 pucuk senjata musuh. Sebelumnya, pasukan lain yang dikirim ke Timtim hanya bisa mendapatkan 15 pucuk senjata musuh dalam setahun, yang saat itu dianggap sebagai pencapaian yang luar biasa.
Setelah itu, Teddy memilih diam ketika pendapatnya berbeda dengan Prabowo saat Prabowo memberikan pengarahan kepada anak buah. Ia memilih untuk menyampaikan pendapatnya saat berdua dengan Prabowo.