OLEH: Irawan Santoso Shiddiq, Mudir JATMAN Wustho DKI Jakarta
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia menetapkan setiap 22 Oktober sebagai Hari Santri. Kebijakan ini adalah bentuk apresiasi atas peran besar dan perjuangan para santri bagi bangsa. Pada tanggal tersebut 80 tahun lalu peristiwa bersejarah, yaitu Resolusi Jihad terjadi, yang digaungkan oleh KH Hasyim Asy’ari.
Resolusi Jihad itu sendiri adalah seruan untuk membela tanah air. Kala itu, pasukan sekutu berniat kembali menjajah Nusantara pasca kemerdekaan Indonesia. Negeri kita yang kaya raya bagaikan "gemah ripah loh jinawi" selalu menggiurkan para penjajah, dari era VOC sampai Hindia Belanda, untuk menguasainya lagi.
Keserakahan VOC, yang oleh masyarakat Betawi dijuluki 'Kumpeni', menjadi cikal bakal kolonialisme dan kapitalisme di Indonesia. Kata 'Kumpeni' sendiri berasal dari sebutan untuk 'Compagnie' atau perusahaan dalam bahasa Belanda. Dalam sejarah kita, 'Kumpeni' bukan sekadar perusahaan dagang, melainkan simbol penjajah yang rakus. Melawan keserakahan ini, para santri dan ulama menawarkan nilai-nilai luhur yang bersumber dari syariat.
Tapi kiprah VOC tak mulus. Mereka ke nusantara mengikuti kongsi dagang kerajaan Portugis. Selepas reconquesta (pembalasan dendam), Kerajaan Portugis yang tergabung dalam Imperium Romanum Socrum, mendapat peta perjalanan laut milik Andalusia. Dari situ mereka tahu cara berlayar sampai nusantara. Takluknya Andalusia ke tangan Portugis, terjadi transformasil sainstis. Karena Andalusia sebelumnya sentral filsafat dan sains dalam Islam.
Di Cordoba, sejak abad 11, berdiri perpusatakaan besar dengan literasi kitab filsafat lengkap. Madinatul Azzahrah. Ini mengimbangi perpustakaan di kota Baghdad, Bait al Hikmah. Keduanya mercusuar sains dunia era itu. Kaum barat masih belajar di Cordoba dan Baghdad. Tapi dialektika besar berlangsung dalam belantara Islam. Karena era itu, paham mu’tazilah menyengat. Runtuhnya Andalusia, bukti betapa lemahnya paham mu’tazilah kala diadopsi Islam. Tentu, mu’tazilah itulah era kala ‘filsafat di-Islam-kan.’ Tahun 1492, negeri itu ditaklukkan oleh kaum yang bahkan belum mengenal kopi.
Imam Asy’ari, Imam Ghazali sampai Shaykh Abdalqadir al Jilani kembali membenahi ‘aqidah’ umat. Agar tak tersesat jauh mengikuti mu’tazilah. Maka umat Kembali pada ahlu sunnah waljamaah. Mengikuti lagi aqidah lurus. Lahirlah Daulah Utsmaniyya yang gagah perkasa. Hingga Kesultanan Moghul di anak benua India. Hingga kemunculan ratusan kesultanan di nusantara. Ini buah dari pelurusan aqidah ahlu sunnah, yang bukan mu’tazilah.
Sementara kaum barat, memungut sains dari mu’tazilah. Sejak itulah mereka melancarkan renaissance. Memungut ilmu pengetahuan dan sains, melancarkan perlawanan atas dogma Gereja Roma. Hingga melahirkan Marthin Luthern sampai John Calvin yang menyerang dari sisi teologi. Sementara Copernicus, Galileo hingga Bruno, lebih dulu banyak membantah fatwa Roma. Eropa dilanda pertarungan antar ‘ideologi.’ Mereka perang saudara. Di tengah kegelapan barat, ‘eropa springs’ berlangsung panjang.
Klimaksnya tragedy pembantaian ‘the massacre at Paris,’ 1572. Ini perang saudara berdarah di Kerajaan Perancis. Kaum Huguenots dibantai. Hanya karena perbedaan ‘ideologi.’ Tak ada teriakan ‘genosida atas pelanggaran Hak Azasi Manusia.’ Karena HAM belum ditemukan.
Dari renaissance melahirkan paham modernisme. Rene Descartes, Kant, sampai Voltaire menerikkan lantang perubahan di Eropa. Mereka membolak balikkan cara berpikir. Dari kebenaran ala Wahyu, hingga kebenaran ala ‘rasionalitas’ ansich. Cartesius dan Kantian menggelimuti paham baru kaum barat. Tapi mereka berhasil menyebarkan modernitas. Ini paham baru, yang merujuk ‘being’ adalah kehendak manusia. Sama seperti dulu yang dianut mu’tazilah.
Portugis merayakan reconquesta. Mereka berhasil mengalahkan rasionalitas Andalusia. Hingga kemudian menjadi kaya dengan ‘gold-gospel-glory’ di wilayah timur. Tapi mereka belum berani merangsek Utsmaniyya. Karena Istanbul dibawah kekuasaan Ottoman, yang bukan mu’tazilah. Makanya VOC kemudian membuat rute memutar menghindari Istanbul, untuk menuju tanah Hindia. Mereka membangun transit area di Cape Town, Afrika Selatan kini.
Portugis dan VOC, mereka ke nusantara bukan dalam rangka langsung menjajah. Mereka berbelanja. Membeli rempah dari sumbernya langsung di nusantara. Karena tak berani masuk Istanbul, sentral pasar dunia kala itu. Dari belanja ke sumbernya, mereka banyak meraup untung. Delegasi awal VOC, dikirim 8 kapal dari Kerajaan Belanda. Saat itu, Belanda telah mengalami revolusi. Kerajaan itu tak lagi bergabung dalam Liga Roma. Tapi telah berdiri sendiri, mengikuti ajaran Calvinis dan Luthern. Yang dulu dianggap pelaku bidat bagi kelompok Roma.
4 kapal VOC tenggelam dalam perjalanan. Hanya 2 kapal yang berhasil Kembali ke Belanda. Setelah dibelanjakan dengan emas yang mereka bawa dari negerinya. Mereka berbelanja di tanah Melayu. Berjumpa dengan Kesultanan Islam di tanah Melayu.