REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pasar saham syariah Indonesia mencatat pertumbuhan signifikan sepanjang paruh pertama 2025. Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat jumlah investor saham syariah tumbuh 9,7 persen hingga Juni 2025 dengan nilai transaksi mencapai Rp3,3 triliun.
"Nilai transaksi Rp3,3 triliun itu berasal dari 16.369 investor yang aktif transaksi. Jadi bukan berasal dari jumlah investor yang 18.000 itu—bukan. Tetapi berasal dari 16.369 yang aktif itu," ujar Vice Director of Sharia Capital Market BEI Irwan Abdalloh dalam Acara Edukasi Wartawan terkait Update Perkembangan Pasar Modal Syariah yang digelar secara daring, Kamis (24/7/2025).
Menurut Irwan, rasio investor saham syariah terhadap total investor pasar modal berada di angka 2,6 persen, sementara investor aktif syariah mencatatkan rasio 12,8 persen per Juni 2025. Volume transaksi saham syariah mencapai 7,3 miliar saham dengan frekuensi 972 ribu kali.
"Kalau kita compare to total, maka market share saham syariah itu sebenarnya sudah mendominasi. Konsisten dominan," kata Irwan.
Ia menjelaskan, saham syariah kini menguasai 69 persen dari total jumlah saham, 62 persen kapitalisasi pasar, 60 persen volume, 57 persen nilai, dan 74 persen frekuensi transaksi. Ia juga menekankan, komposisi dominan tersebut mencerminkan konsistensi pertumbuhan baik dari sisi jumlah maupun kualitas investor.
“Jadi dari sisi kinerja perdagangan, kita (syariah) mendominasi konsisten tumbuh. Dari sisi investor syariahnya juga, terus terang konsisten tumbuh juga,” katanya.
Data BEI menunjukkan terdapat 657 saham syariah tercatat hingga Juli 2025. Dari sisi sektoral, saham syariah paling banyak berasal dari sektor barang konsumsi nonprimer (17 persen), diikuti barang konsumsi primer (14 persen), bahan baku (14 persen), energi (12 persen), dan properti (11 persen).
BEI juga mencatat penguatan indeks saham syariah Indonesia. Sejak peluncuran pada 2011 hingga Juni 2025, Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI) mencatat return 81 persen menempati posisi keempat global setelah Dow Jones Islamic, FTSE Syariah, dan MSCI. "Dan kita masih mengalahkan indeks syariah di Malaysia," ujar Irwan.
Menurutnya, performa tahunan (year-on-year) ISSI juga tetap di posisi keempat, mengungguli S&P/OIC dan indeks syariah Malaysia yang mencatat return negatif. “Jadi cukup seksi lah market kita itu kalau lihat dari kinerja indeksnya,” ujarnya.