REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penyidik Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) menggeledah PT AL di Jakarta, Kamis (24/4/2025). Penggeledahan tersebut terkait dengan pengusutan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) 2020-2024.
Kepala Kejari Jakpus Safrianto Zuriat Putra membenarkan adanya penggeledahan timnya tersebut. “Iya, benar (penggeledahan di PT AL),” kata Safrianto saat dihubungi Republika di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Namun Safrianto belum menjelaskan barang-barang bukti apa yang didapat, dan dibawa, atau disita sementara oleh tim penyidik dari hasil penggeledahan tersebut. Karena kata dia, hasil penggeledahan tersebut masih menunggu. “Nanti (hasil penggeledahan) kita rilis,” ujar dia.
Pengusutan kasus korupsi dalam proyek pengadaan PDNS Kemenkominfo naik ke penyidikan sejak Maret 2025 lalu. Proses pemeriksaan saksi-saksi dan serangkaian penggeledahan di beberapa tempat sudah dilakukan sejak awal-awal penyidikan kasus ini.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting menerangkan, kasus ini terkait dengan penggunaan anggaran Rp 958 miliar untuk pengadaan barang, dan jasa, serta pengelolaan PDSN di Kemenkominfo pada tahun pelaksanaan 2020.
Bani mengatakan, dalam realisasi pengadaan barang tersebut terjadi praktik tindak pidana korupsi berupa adanya pengkondisian dalam pemenangan PT AL sebagai kontraktor swasta pelaksana PDSN.
“Dalam pelaksanaannya, terdapat pejabat-pejabat dari Komunfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT AL,” ujar Bani dalam siaran pers yang diterima, Jumat (14/3/2025).
Dalam periode pertama kontrak PT AL senilai Rp 60,37 miliar yang diperoleh melalui pengkondisian untuk menang tender.
Selanjutnya pada 2021, PT AL mendapatkan kontrak dengan proyek yang sama senilai Rp 102,67 miliar. Pada 2022, juga PT AL yang mendapatkan nilai kotrak Rp 188,9 miliar. “Terjadi pengkondisian kembali antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta tersebut (PT AL) dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan (pengadaan barang dan jasa, serta pengelolaan PDNS) dengan nilai kontrak Rp 188,9 miliar,” ujar Bani.