Mengapa Hujan Ekstrem Turun Saat Musim Kemarau? Analisis BMKG Singgung Anomali Atmosfer

3 hours ago 2

Warga menerobos banjir di Perumahan Ciledug Indah I, Tangerang, Banten, Selasa (8/7/2025). Banjir setinggi 50 cm - 200 cm yang merendam perumahan tersebut terjadi akibat meluapnya Kali Angke serta hujan deras.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan bahwa dinamika atmosfer yang tidak lazim telah menyebabkan mundurnya musim kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia. Hal itu juga sekaligus meningkatkan potensi cuaca ekstrem dalam beberapa pekan terakhir.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, baru sekitar 30 persen wilayah zona musim yang mengalami peralihan ke musim kemarau hingga akhir Juni. Padahal, biasanya persentase wilayah Indonesia yang memasuki musim kemarau biasanya telah lebih dari 50 persen pada waktu yang sama. 

“Padahal secara klimatologis, pada waktu yang sama, biasanya sekitar 64 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau,” kata dia melalui keterangannya, Selasa (8/7/2025). 

Ia menjelaskan, kemunduran musim kemarau tahun ini merupakan dampak dari lemahnya Monsun Australia. Selain itu, saat ini suhu muka laut di selatan Indonesia sedang tinggi.

Kedua faktor itu menyebabkan tingginya kelembapan udara yang memicu terbentuknya awan hujan. Bahkan, hal itu terjadi di tengah periode yang seharusnya kering.

Dwikorita menambahkan, kondisi itu diperburuk oleh berbagai fenomena atmosfer seperti aktifnya Madden-Julian Oscillation (MJO) dan gelombang ekuator (Kelvin dan Rossby Equator). Akibatnya, hal itu mendukung pembentukan awan konvektif dan memperbesar potensi hujan lebat.

"Kendati ENSO dan IOD berada dalam fase netral dan diperkirakan akan tetap netral hingga akhir tahun, curah hujan di atas normal masih terus terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia sejak Mei dan diperkirakan berlangsung hingga Oktober 2025," ujar dia.

Menurut dia, dampak dari kondisi tersebut sudah mulai terasa dalam bentuk hujan ekstrem yang terjadi di berbagai daerah, terutama pada 5-6 Juli. Hujan dengan intensitas lebih dari 100 mm per hari tercatat di Bogor, Mataram, Bantaeng, Bulukumba, dan Sinjai, serta sejumlah wilayah di Jabodetabek, menyebabkan banjir, longsor, pohon tumbang, dan gangguan aktivitas masyarakat.

sumber : Antara

Read Entire Article
Politics | | | |