REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengecam kasus kekerasan seksual yang dilakukan seorang pengasuh pondok pesantren terhadap sembilan santri di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Kasus tersebut diduga terjadi sejak 2016 hingga 2024.
“Tindakan kekerasan seksual, terlebih jika dilakukan oleh pihak yang seharusnya berperan sebagai pendamping dan pelindung bagi anak merupakan bentuk pelanggaran serius terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Negara berkomitmen hadir dan bertindak atas setiap kasus kekerasan karena kami meyakini tidak satu pun perempuan dan anak boleh menjadi korban kekerasan, terlebih kekerasan seksual,” kata Arifah dalam keterangannya pada Sabtu (26/7/2025).
Kasus ini terungkap ketika salah satu korban melaporkan kekerasan seksual yang dialaminya. Setelah dilakukan pendalaman kasus, pada 2018, salah seorang korban mengalami kehamilan yang kemudian harus digugurkan.
"Korban berhak mendapatkan perlindungan, pemulihan menyeluruh, dan akses terhadap keadilan, termasuk restitusi,” ujar Arifah.
Berdasarkan informasi, kasus kekerasan seksual ini diadukan kepada Kepolisian Resor Sumenep pada 3 Juni 2025. Adapun berkasnya telah dilimpahkan kepada Kejaksaan pada 17 Juli 2025. Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Sumenep telah menangkap pelaku pada 20 Juni di Kabupaten Situbondo.
"Kami akan terus memantau proses hukum yang berjalan agar pelaku mendapatkan hukuman yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ucap Arifah.
Pelaku dapat dikenakan pemberatan hukuman pidana, yaitu sepertiga dari ancaman pidana pokok dan pengumuman identitas karena menyalahgunakan relasi kuasa dengan para korban dan melakukan kekerasan seksual lebih dari satu korban.
Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
"Kemen PPPA mendorong agar aparat penegak hukum dapat menerapkan pemberatan hukuman tersebut," ujar Arifah.
Saat ini, tiga korban telah mendapatkan pendampingan berupa asesmen awal dan pendampingan hukum. Selain itu, UPTD PPA Kabupaten Sumenep berkoordinasi dengan Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Sumenep dan pondok pesantren untuk memberikan layanan yang sesuai dengan kebutuhan korban.
"Kami menekankan pentingnya pemulihan korban secara menyeluruh, termasuk aspek kesehatan mental, pendidikan, dan perlindungan dari risiko berulangnya kasus,” ujar Arifah.