REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan catatan dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) tidak otomatis menjadi penghalang bagi masyarakat untuk memperoleh pembiayaan. OJK menegaskan lembaga jasa keuangan tetap memiliki kewenangan menilai kelayakan debitur berdasarkan berbagai faktor selain SLIK.
“SLIK bukan menjadi satu-satunya acuan dalam pemberian kelayakan calon debitur,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK, Jumat (7/11/2025).
Mahendra menjelaskan, lembaga keuangan dapat mempertimbangkan sejumlah aspek lain seperti karakter, legalitas, arus kas, dan kapasitas pembayaran calon debitur sebelum memberikan pembiayaan.
"SLIK berfungsi sebagai sumber informasi yang bersifat netral dan tidak dimaksudkan sebagai hambatan bagi pemberian kredit kepada pihak dengan kualitas kredit di luar kategori lancar semata,” ujarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan menanggapi anggapan bahwa SLIK menjadi kendala dalam penyaluran kredit program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Mahendra menyebut, sebagian besar pengajuan pembiayaan yang ditolak bukan disebabkan oleh catatan SLIK, melainkan karena tidak memenuhi kriteria program atau belum melengkapi dokumen persyaratan.
“Sebagian besar pengajuan yang tidak disetujui disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan kriteria program atau kelengkapan dokumen,” katanya.
Ia menambahkan, hanya sebagian kecil pengajuan yang ditolak akibat hasil pemeriksaan SLIK, misalnya karena saldo kurang dari Rp1 juta namun tercatat sebagai kredit macet. “Jumlahnya sangat kecil dibandingkan total keseluruhan pengajuan pembiayaan,” ujarnya.
Mahendra menegaskan OJK terus mendorong optimalisasi sektor jasa keuangan agar tetap berperan dalam memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional. OJK juga berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian PUPR, dan BP Tapera untuk memastikan penyaluran FLPP berjalan lancar tanpa hambatan administratif.
Selain isu SLIK, Mahendra menyoroti kondisi makroekonomi nasional yang dinilai masih stabil. Pada kuartal III 2025, ekonomi Indonesia tumbuh 5,04 persen secara tahunan (yoy), dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur tetap berada di zona ekspansif.
“Perlu dicermati perkembangan permintaan domestik yang masih memerlukan dukungan lebih lanjut, seiring dengan moderasi inflasi inti, tingkat kepercayaan konsumen, serta penjualan ritel, semen, dan kendaraan,” kata Mahendra.

3 hours ago
5











































