Penersangkaan Dua Koordinator Aliansi Masyarakat Pati Dinilai Serangan pada Demokrasi

2 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) mengkritik Polda Jawa Tengah (Jateng) yang menangkap dan mentersangkakan dua koordinator Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), yakni Teguh Istiyanto dan Supriyono alias Botok. Mereka menilai, langkah tersebut merupakan serangan balik terhadap demokrasi.

Koordinator KAPI, Nasrul Dongoran, mengatakan, penangkapan Teguh dan Botok tak profesional serta terkesan serampangan. "Pertama, penyidik melakukan penangkapan terhadap warga yang tergabung dalam AMPB tanpa surat penangkapan. Kedua, penyidik terlihat mencari-cari kesalahan warga yang berdemonstrasi dengan tuduhan menghalangi jalan atau penghasutan," kata Nasrul dalam keterangannya, Jumat (7/11/2025).

Dia pun menyoroti pasal yang diterapkan kepolisian terhadap Teguh dan Botok, yakni Pasal 192, Pasal 160, dan 169 KUHP. Menurutnya, penggunaan pasal-pasal tersebut berpotensi digunakan kepolisian untuk melakukan kriminalisasi terhadap aksi demonstrasi warga di tempat lain.

Nasrul menilai, tiga pasal yang dipakai untuk menersangkakan Teguh dan Botok membuka peluang menjadikan aparat semakin sewenang-wenang. Khususnya dalam membungkam warga yang menggelar demonstrasi.

Nasrul menyerukan agar Teguh dan Botok dibebaskan. "Hentikan praktik kill the messenger terhadap warga yang menjadi juru bicara menyampaikan aspirasi masyarakat, seperti penetapan tersangka terhadap Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto," ujarnya.

Sementara itu Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio mengatakan, dua pentolan AMPB, Teguh Istiyanto dan Supriyono alias Botok, ditetapkan sebagai tersangka bukan hanya karena melakukan pemblokiran Jalan Pantura. Keduanya juga dituduh melakukan penghasutan.

Tim Hukum AMPB sempat mempertanyakan tentang mengapa Teguh dan Botok dikenakan Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang pengadangan jalan yang membahayakan keselamatan lalu lintas dengan ancaman pidana hingga sembilan tahun penjara. Padahal terdapat pasal dalam Undang-Undang (UU) Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) yang mengatur soal pelanggaran serupa, tapi ancaman pidananya lebih ringan, yakni hanya satu tahun.

Karena alasan itu, AMPB berpendapat, penersangkaan Teguh dan Botok dengan menggunakan Pasal 192 KUHP "dipaksakan" agar mereka dapat ditahan. Namun Dirreskrimum Polda Jateng Kombes Pol Dwi Subagio menampik hal tersebut. Dia menekankan, selain Pasal 190 KUHP, Teguh dan Botok juga dikenakan Pasal 160 dan 169 KUHP.

"Kenapa kami menerapkan Pasal 160 dan 169 KUHP di samping Pasal 192, bahwa kegiatan yang dilakukan saudara Botok dengan menggunakan mobil ini suatu rangkaian kegiatan. Dia menggunakan kendaraan, dalam perjalanan menuju tempat pemblokiran, dia telah menyampaikan kata-kata menghasut agar melakukan pemblokiran. Maka kami kenakan Pasal 160, menghasut," kata Dwi, Kamis (6/11/2025).

Dia menambahkan, karena AMPB merupakan perkumpulan orang, maka Teguh dan Botok juga dikenakan Pasal 169 KUHP. "Jadi adal Pasal 160, 192, dan 169," ujarnya.

Read Entire Article
Politics | | | |