REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA), Arief Prasetyo Adi, menjelaskan bahwa penyusutan bobot barang akibat mobilisasi merupakan hal yang lazim terjadi. Menurutnya, para pelaku usaha perberasan sudah memahami cara mengantisipasi hal tersebut.
Karena itu, ia mendorong para pelaku usaha beras agar lebih memperhatikan aspek keakuratan bobot. Arief menilai tidak ada alasan bobot beras berkurang dari yang tercantum pada label, karena terdapat pendekatan teknis tertentu yang bisa diterapkan agar penyusutan tidak berdampak signifikan.
“Kalau beratnya 5 kilo, ya harusnya tidak terlalu jauh dari 5 kilo, karena biasanya toleransinya 1 per mil. Atau teknik lainnya, dilebihkan sedikit, misalnya 5,05 kilo. Biasanya kalau teman-teman perberasan sudah memahami itu,” kata Arief, dikutip Kamis (24/7/2025).
Ia juga menyinggung kadar air maksimal untuk beras medium dan premium, yaitu 14 persen. Jika dikirim dengan kadar air di bawah angka tersebut, beras bisa rentan patah dan menimbulkan masalah mutu. “Jadi sebenarnya di dunia perberasan ini sudah biasa dengan hal-hal itu. Tinggal bagaimana ke depannya kita fokus perbaiki kembali dengan mengacu pada standar mutu beras yang ada,” ujar Arief.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa beras untuk rakyat harus berkualitas dan tidak boleh mengandung unsur penipuan. Karena itu, para pelaku usaha perberasan diharapkan memperbaiki produk mereka agar sesuai dengan label dan informasi pada kemasan. Kesesuaian mutu beras dinilai penting untuk perlindungan konsumen.
Arief juga menyoroti anomali antara tren produksi beras nasional yang meningkat, tetapi harga di pasar justru berfluktuasi. Melalui langkah investigasi, ditemukan adanya ketidaksesuaian antara isi beras dan label pada kemasan.
“Jadi sebenarnya logika yang dipakai itu adalah, pada saat panen raya kemarin, kita bisa surplus. Bahkan produksi versus konsumsi surplusnya bisa 3–4 juta ton. Jadi tidak masuk akal kalau harga beras naik signifikan. Setelah dicek, memang kesesuaian antara packaging dan beras isi dalam kemasan itu yang menjadi perhatian,” ucapnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras dalam negeri dari Januari hingga Agustus 2025 diproyeksikan mencapai 24,96 juta ton. Sementara itu, pada periode yang sama di 2024 terjadi surplus 3,08 juta ton dengan total produksi 21,88 juta ton. Adapun produksi Januari–Agustus 2023 mencatat surplus 1,33 juta ton dari produksi 23,63 juta ton. Surplus juga tercatat pada 2022 sebesar 1,3 juta ton dengan total produksi 23,66 juta ton.
Untuk 2025, proyeksi produksi beras Januari–Agustus mencapai 24,96 juta ton, sedangkan kebutuhan konsumsi dalam periode yang sama diperkirakan 20,66 juta ton. Dengan demikian, terdapat surplus antara produksi dan konsumsi sebesar 4,3 juta ton.
sumber : Antara