Pembeli mengecek kualitas beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta, Senin (14/7/2025). Masyarakat diimbau lebih waspada dalam membeli beras, hal ini menyusul temuan Kementerian Pertanian terkait 212 merek beras yang beredar di pasaran diduga melakukan pengoplosan, pelanggaran standar mutu, berat, hingga harga eceran tertinggi (HET).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) turut berbicara mengenai isu beras premium. Ia melihat ada upaya pemerintah membenahi perberasan nasional dengan benar-benar memperhatikan aspek kualitas. Menurutnya langkah demikian diterapkan demi perbaikan tata niaga sektor tersebut.
Ia menegaskan, upaya penertiban ini dilakukan semata-semata guna melindungi konsumen. Arief meminta semua produsen mematuhi aturan. Bagi yang selama ini melakukan kesalahan, sudah diberikan waktu untuk perbaikan.
Kepala NFA mencontohkan dari segi takaran. Untuk yang kemasan 5 kilogram (kg) misalnya, harus seperti itu, tidak boleh menjadi 4,8 kg atau di bawahnya. Ia menyinggung aksi Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman yang mengumpulkan stakeholder pangan saat mengumumkan ratusan merek beras premium tak sesuai standar.
"Penindakan ini untuk melindungi masyarakat sebagai konsumen. Nanti silahkan membuktikan temuan pemerintah, kan setiap perusahaan punya QC (Quality Control). Ini untuk memperbaiki sistem, supaya jangan konsumen dapat beras yang tidak sesuai labelnya," kata Arief, dikutip Rabu (16/7/2025).
Ia menerangkan pemerintah telah menetapkan persyaratan mutu dan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Harapannya para pelaku usaha mengimplementasikan ketetapan tersebut. Salah satu indikator pembeda antara beras medium dan premium adalah butir patah atau broken.
Standar mutu beras ini, jelas dia, sudah tertuang dalam Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 2 Tahun 2023. Dalam ketentuan itu, yang dimaksud beras kepala adalah butir beras dengan ukuran lebih besar dari 0,8 sampai 1 butir beras utuh. Sementara, beras patah adalah butir beras yang berukuran lebih besar dari 0,2 sampai lebih kecil 0,8 dari butir beras utuh.
Adapun kelas mutu beras premium yang telah ditetapkan antara lain memiliki butir patah maksimal 15 persen, kadar air maksimal 14 persen, derajat sosoh minimal 95 persen, butir menir maksimal 0,5 persen. Kemudian total butir beras lainnya (butir rusak, butir kapur, butir merah/hitam) maksimal 1 persen, butir gabah dan benda lain harus nihil.
"Apapun alasannya, kalau di packaging dilabeli beras premium, maksimal broken-nya harus 15 persen. Kadar airnya maksimal 14 persen, karena kalau konsumen dapat beras yang kadar airnya di atas 14 persen, itu nanti bisa cepat basi," ujar Arief.
Menanggapi isu beredarnya beras oplosan di masyarakat, Arief menegaskan pentingnya transparansi. Apalagi pemeritah baru saja melakukan intervensi. Jangan sampai ada pihak yang mencampurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Beras SPHP itu dijual dengan harga sesuai HET beras medium, tidak boleh dilepas dengan harga mendekati HET beras premium.