Laporan A Syalaby Ichsan dan Thoudy Badai dari Aceh Tamiang
REPUBLIKA.CO.ID, ACEH TAMIANG – Hari ke-25 usai bencana banjir bandang yang menenggelamkan Aceh Tamiang. Salamah (42 tahun) memaku papan kayu untuk dijadikan tembok penutup rumahnya.
Dibantu anaknya yang duduk di kelas 2 SMK, Rizki, warga Kota Lintang Bawah, Kota Kuala Simpang, Kabupaten Aceh Tamiang itu mencoba untuk membangun kembali rumahnya yang hilang tersapu air.
Beruntung, perempuan yang sehari-hari menjalankan usaha sebagai penjahit itu masih mengenali pondasi rumah. Ingatannya dibantu oleh bangunan ruko tetangganya bertingkat dua yang masih berdiri. Setidaknya, nasib ruko itu tak seperti rumah papannya yang hilang entah kemana.
Desa Kota Lintang Bawah, tempat dimana Salamah tinggal dalam 24 tahun terakhir, menjadi salah satu lokasi terdampak bencana banjir bandang terparah di Aceh Tamiang. Pantuan Republika, Ahad (21/12/2025) perumahan warga yang dihuni lebih dari seribu jiwa itu umumnya menggunakan papan, tampak roboh.
Sebagian rumah lainnya hanya terlihat pondasi. Tak sedikit yang hanyut tidak bersisa. Hanya beberapa rumah beton yang mampu bertahan.
Di sepanjang jalan utama desa, deretan posko yang menyediakan beragam bantuan berdiri. Pakaian layak pakai, dapur umum, pos kesehatan, toilet portabel hingga tenda pengungsi berjejer. Bantuan ilir mudik masuk ke jalan tersebut.
Bantuan tersebut juga mampir ke tangan Salamah. Meski demikian, dia ingin kembali pulang. Setelah lebih dari tiga pekan mengungsi di posko, dia memutuskan untuk membangun kembali rumahnya yang hilang.
Adiknya yang tinggal di daerah Kota Kuala Simpang dipanggilnya untuk membantu. Suaminya yang sudah sejak lama menderita sakit keras membuat Salamah harus mandiri.
Adik Salamah diminta untuk membuat rangka berupa tiang beserta atap. Setelah selesai, Salamah melanjutkan pekerjaan rumah rangka berukuran sekitar 4x5 meter tersebut. Adik lelakinya harus kembali bekerja di kota.
Salamah tak mau berpangku tangan. Dia mencari papan-papan yang panjangnya sesuai dengan ukuran rumah sehingga bisa dipasang. Belasan paku digenggamnya sebagai ‘senjata’.
Palu dan gergaji tak lupa disiapkan untuk membuat hunian sementara sederhana. Salamah tak ingin berlama-lama tinggal di dalam tenda. Dia pun tak mau menunggu janji manis hunian sementara dari pemerintah.
“Kalau di tenda tak betah, banyak nyamuk,”kata dia.

2 hours ago
3














































