Generasi Strawberry Bukan Manja, Mereka Hanya Butuh Pendekatan Baru

6 hours ago 7

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ns. Diah Ayu Agustin, Kabag Humas & Dosen Keperawatan Anak Akper Bina Insan yang sedang proses penyatuan dengan UBSI

Pernah dengar istilah “Generasi Strawberry”? Bukan, ini bukan tentang buah manis yang segar. Istilah ini merujuk pada generasi muda, terutama Gen Z, yang dinilai tampak mengesankan di luar namun mudah ‘hancur’ di dalam mudah stres, kurang tahan kritik, dan cepat menyerah.

Stereotip ini terus bergulir dan menyudutkan mereka. Namun, adakah cara yang lebih bijak untuk memandang dan mendidik generasi ini?

Siapa Sebenarnya Generasi Strawberry?

Istilah 'Generasi Strawberry' pertama kali dikenal di Taiwan awal 2000-an, lalu menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia. Dianggap manja dan terlalu sensitif, generasi ini kerap menerima label negatif. Namun, mereka sejatinya tumbuh di tengah gelombang informasi digital, perubahan budaya, dan tekanan sosial yang tidak ringan. Di sisi lain, mereka juga dikenal inovatif, cepat belajar teknologi, dan memiliki kepedulian sosial yang tinggi asal diarahkan dengan benar.

Mengapa Mereka Terlihat Kurang Peduli?

Di balik sikap yang tampak cuek dan individualis, sebenarnya remaja saat ini sedang mencari makna dan jati diri. Dunia yang serba cepat, persaingan akademik, hingga ekspektasi sosial tinggi, membuat mereka kerap merasa kewalahan. Alih-alih menghakimi, sudah saatnya kita sebagai pendidik, orang tua, dan masyarakat luas melakukan refleksi: Apakah cara kita mendidik masih relevan?

Strategi Mendidik yang 'Santai Tapi Serius'

Berikut pendekatan praktis dan empatik untuk menjawab tantangan mendidik Generasi Strawberry:

1. Bangun Koneksi Emosional Sebelum Mengajar

Generasi ini tidak butuh ceramah panjang. Mereka butuh didengar dan dipahami. Mulailah dengan mendekat lewat obrolan ringan, lalu sisipkan nilai edukatif secara perlahan.

2. Ajak Mereka Berpikir dan Memutuskan

Libatkan mereka dalam pengambilan keputusan baik di rumah, sekolah, maupun komunitas. Hal ini menumbuhkan rasa percaya diri, tanggung jawab, dan empati sosial.

3. Hargai Usaha, Bukan Sekadar Hasil

Apresiasi proses belajar mereka, bahkan ketika hasil belum sempurna. Ini membentuk mental tangguh dan kesadaran bahwa hidup bukan soal instan.

4. Latih Resiliensi dari Tantangan Sederhana

Ajak mereka menghadapi tantangan kecil yang mendorong keluar dari zona nyaman. Lewat tantangan yang realistis, mereka belajar bangkit dan mengelola kegagalan.

5. Manfaatkan Teknologi Secara Cerdas

Edukasi tidak harus konvensional. YouTube, podcast, hingga Discord bisa menjadi ruang belajar yang efektif jika diarahkan. Jangan tolak teknologiarahkan penggunaannya.

6. Jadilah Teladan, Bukan Sekadar Pemberi Nasihat

Tindakan jauh lebih berbicara. Tunjukkan nilai-nilai baik lewat sikap, bukan hanya lewat kata-kata.

Saatnya Berubah, Bukan Menyalahkan

Generasi muda hari ini bukan generasi gagal. Mereka adalah potensi besar bangsa yang menunggu untuk dibentuk dengan cara yang relevan, empatik, dan kontekstual.

Mendidik Generasi Strawberry bukan tentang melemahkan mereka, tapi menguatkan fondasi emosional dan sosial mereka. Maka, mari kita ubah cara mendidik: dari sekadar mengatur menjadi merangkul, dari menghakimi menjadi mendampingi.

Dunia telah berubah. Cara mendidik pun harus ikut berubah.

Read Entire Article
Politics | | | |