Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifah di acara Workshop Seni Budaya dengan Tema Pengembangan Budaya Sunda di Era Digital di Kota Bandung, Sabtu (8/11/2025).
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG--Kasus bullying atau perudungan di Indonesia saat ini semakin memprihatinkan. Karena, sudah banyak menelan korban di beberapa tempat. Menanggapi hal ini, Anggota Komisi X DPR RI, Ledia Hanifah pun menyoroti fungsi Bimbingan Konseling (BK) di sekolah.
Ledia menilai, seharusnya BK berperan bukan hanya menangani siswa bermasalah, tetapi juga mendeteksi dini potensi korban atau pelaku perundungan. “BK di sekolah sering kali hanya aktif kalau ada masalah. Padahal, perannya bisa untuk mengembangkan karakter dan mengantisipasi anak-anak yang mulai tertutup atau tertekan,” ujar Ledia kepada wartawan di sela-sela acara Workshop Seni Budaya dengan Tema Pengembangan Budaya Sunda di Era Digital di Kota Bandung, Sabtu (8/11/2025).
Ledia mengatakan, dalam beberapa kasus anak pelaku bullying justru merupakan korban tekanan di rumah. “Kalau anak jadi pelaku, orang tua kadang tidak sadar. Jangan-jangan di rumah dia mendapat tekanan. Jadi, perlu dilihat juga latar belakangnya,” katanya.
Ledia menegaskan, penanganan kasus perundungan di lingkungan pendidikan tidak bisa hanya diserahkan kepada sekolah atau aparat penegak hukum. Menurutnya, perlu ada kerja sama dan dialog serius antara orang tua dan pendidik untuk memahami akar persoalan yang terjadi pada anak.
“Kalau kita bicara soal bullying, harus benar-benar duduk bersama antara orang tua dan pendidik. Kadang ada yang menganggap itu hal biasa di kalangan remaja, padahal perilaku yang mencederai orang lain sudah termasuk pelanggaran hukum,” kata Ledia.
Menurutnya, meskipun pada kasus anak ada sistem restorative justice, tapi tetap tidak boleh ada pemakluman terhadap tindak pidana. “Kita harus lihat apakah pelaku mendapat tekanan atau masalah lain, jangan langsung dihakimi. Tapi perilaku salah juga jangan dibiarkan,” katanya.
Ledia pun, menyoroti peran media sosial dalam memperburuk situasi sosial di kalangan remaja. Ia mencontohkan kasus di mana keluarga seseorang menjadi sasaran perundungan akibat informasi keliru yang beredar di dunia maya. “Kita harus bertanggung jawab dengan sosial media. Buzzer itu kalau bisa jadi ‘buzzer soleh’, karena kalau tidak, bisa mencederai masa depan anak-anak bangsa,” katanya.

1 hour ago
2










































